Jumat, 24 Februari 2012

Lomba Menghayal


LOMBA   MENGHAYAL 
Dr.H. Zainal Asikin, SH, SU


A.       Pengantar

Sebenarnya apa sih yang dibanggakan  dari  NTB saat ini ?  Pertanyaan itu muncul karena nyaris kita tidak menemukan sesuatu yang menumental  dari  pelaksanaan pembangunan beberapa tahun sejak zaman Orde Baru  sampai Orde Reformasi.    Kita memang  hanya bangga pada ciptaan Tuhan yang maha Agung yang mememberikan alam yang indah sebagai modal pariwisata, daerah yang cukup subur untuk pertanian tembako,  dan tentunya   sumber daya manusia yang tangguh yang jika disekolahkan dan diberikan peluang belajar maka  manusia NTB ini sungguh luar biasa cerdasnya.  Ketika dikirim sekolah di dalam dan ke  luar negeri hampir semuanya  memperoleh  predikat cume laude.    Tapi selain itu nyaris  NTB dan Pulau Lombok  tidak memiliki  kebanggaan .  Berbicara  “ budaya  dan  pariwisata “ misalnya,   hampir kita tidak bisa mempertontonkan sesuatu yang  “ spektakuler “ selain  hanya  keindahan alam.   Sementara  peninggalan budaya atau wisata budaya , tidak mampu kita suguhkan  sebagai sebuah  tontonan yang  bergairah.   Apalagi “ wisata kota “, tidak satupun kota yang patut kita suguhkan pada wiswatawan.  Malahan ketika saya mengajak  tamu menuju “ Kute “, maka saya mencoba menghindar melewati Kota Praya, karena saya takut  tidak  mampu  menceritakan apa yang  menarik   Ibukota Kabupaten Lombok Tengah  ini,  kota ini ibarat sebuah kecamatan di Dusun Rambipuji Banyuwangi yang sepi senyap dan tidak menarik.  
Kita  tentunya tidak ingin bermimpi seperti  “ Abu Dhabi “  atau Pulau Santhosa di Singapura yang  mampu menyulap alamnya dengan spektakuler menajdi wisata pantai dan bawah laut yang  membanggakan  dan mendatangkan devisa  Negara.    Tapi  berdiam terus tanpa  angan angan sama halnya dengan pasrah pada nasib.   Kita di Lombok  bersama pelaku wisata dan birokrat (pemerintah)  tidak pernah merasa malu atas  ketololan dan kegagalan mengkemas   alam  dan sumberdaya ini  menjadi sebuah  tontonan yang  terus berkembang dan  prestise.   Bayangkan saja,  event  Bau Nyale di Pantai Kute  yang setiap tahun dilaksanakan tidak pernah berubah sejak saya  muda sampai sekarang seperti itu itu saja, nyaris tidak ada yang berubah, monoton, hambar dan  runyam.   Oleh sebab itu beberapa  minggu yang lalu, saya mengumpulkan anak anak Lombok Tengah  yang  masih duduk di SD Dan  SLTP  kira kira  sebanyak 30  orang  untuk mengadakan “ Lomba Menghayal  kira kira  kalau membangun di Pulau Lombok ini, apa yang perlu dibangun agar bisa  menarik dan  bisa menjadi magnit dunia.

B.       KHAYALAN TENTANG LOMBOK
Dunia menghayal  hampir mirip dengan  mendongeng tentang sesuatu  yang  terjadi atau mungkin juga  sesuatu yang bersifat  fiksi.  Akan tetapi  seringkali hal hal yang bersifat  fiksi itu  menjadi  kenyataan.    Pada karya sastra dan novel banyak sekali dijumpai   perjalanan  manusia  ke ruang angkasa atau ke planit lain  yang ternyata saat ini  menjadi kenyataan.
Dunia menghayal anak anak penting disalurkan agar  menjadi ispirasi meraih  cita cita  dimasa yang akan dating.   Dari  lomba  “menghayal  itu “, ternyata  anak anak Lombok  memiliki  obsesi yang beragam  tentang daerahnya  agar bisa lebih maju dan dikenal oleh  orang lain dan  oleh bangsa lain.   Paling  tidak ada beberapa  khayalan  yang  menurut saya  patut di apresiasi  sebagai  pemicu  para pengambil  kebijakan di  NTB ini  terutama tentunya  para politisi Udayanan yang duduk sebagai legislator.
1.        Anak Lombok  menghayalkan ada sebuah  Kawasan  Becingah Agung  atau sejenis  Kawasan Keraton atau  Kawasan  Miniatur Lombok  yang  didalam area itu  terdapat berbagai  miniature  Sasak, yaitu  kawasan Rumah Tradisionil Lombok  lengkap dengan segala  pernik perniknya, Ada  Kawasan  Tenten ( pasar tradisional yang  menjual ares, urap urap,  ebatan  , pelecing, )  yang menjual seluruh makanan Sasak, Ada kawasan Kerajinan Lombok yang didalamnya  ada kegiatan  menenun kain, membuat tembikar, membuat  kerajinan ukiran kayu, Ada kawasan kesenian yang mementaskan seluruh kesenian Lombok secara bergantian ( gendang beleq, gandrung, cilokak,  cepung,  dan lain lain).     Seluruh  penghuni dan yang berkecimpung di dalam area  Miniatur Lombok itu harus berbusana Sasak.   Kawasan ini kira kira seluah 10 Hektar  yang juga dilengkapi   tempat bermain anak anak seperti permainan tradisional  Sasak dari     mainan mecepok, dongklang,  cungklik,  slodor dan mainan lainnya yang oleh anak anak Desa di Lombok sering dimainkan.
2.        Khayalan kedua digambarkan oleh anak anak  itu  adalah  perlu ada wisata air   tawar  di Danau.  Dihayalkan oleh anak anak Lombok itu di  Bendungan Batujai    seperti Bendungan Jatiluhur, terdapat  rumah makan terapung dengan menu Lombok, yang tranportasinya memakai sampan .     Di  pinggir pinggir kawasan bendungan itu  terdapat sentra sentra kerajinan, sehingga wisatawan  berdamawisata  memakai perahu dari satu sentra ke sentra yang lainnya.   

           3  Khayalan  ketiga  yaitu di Kawasan  Mandalika  Resort Kute  itu  di puncak bukit yang menghadap laut itu ada  Monumen Raksasa  dengan Patung Putri Mandalika  yang di malam hari  disinari oleh sinar  laser sehingga menambah keanggunanya.    Di sekitar monument itu terdapat pusat pusat  kerajinan  seperti  Kawasan Garuda Whisnu di  Bali.

``     4.  Khayalan keempat,   ada anak yang menggambar  stadion Raksasa  tempat diadakanya lomba lomba  Karapan Sapi , Balapan Cidomo,  dan Lomba Pacuan Kuda  untuk menyaingi Formlua 1.   Para penonton yang masuk ke arena (Stadion  Raksasa)  disamping  membeli karcis  diberikan jagung dan dodol rumput laun atau dodol buatan Lombok  dengan minuman serbat khas Lombok.    Dengan khayalan ini nampaknya bisa menopang program PIJAR( bumi  sejuta  Sapi, jagung dan rumput laut).

        5.   Khayalan kelima dari anak anak Lombok dalam lomba itu adalah perlunya  Kota ( Mataram atau kota kota lain di Lombok) bebas  polusi, beban kendaraan roda dua dan roda empat n untuk mencegah korban Korban jiwa yang setiap hari meningkat.  Sebagai gantinya semua warga kota ( termasuk bupati dan  walikota) memakai  sepedan  atau   dokar tradisional (bukan cidomo).    Dengan  khayalan ini akan dihindari kesenjangan social antara  orang kaya dan orang miskin.   Polisi Lantas  harus memakai sepeda seperti di India. 

C.       Kesimpulan
        Dari lomba menghayal itu terlihat bagaimana ragam rasa dan cita cita dari anak anak Lombok tentang sesuatu yang diinginkan bagi daerahnya agar  bisa dikenal di seluruh dunia, bukan hanya dikenal karena  suka mesiat (konflik antar kampong), atau dikenal karena kawin cerainya,  tapi  dikenal karena ada yang uniek  tentang Pulau ini.
        Tugas kita dan pemerintah tentunya memberikan akses kepada  pengusaha dan kemauan pengusaha  (political will) untuk mewujudkan hayalan itu.    Jika Islamic Centre bisa terwujud sebagai upaya membangun citra NTB sebagai  Pulau Seribu Masjid, maka mewujudkan khayalan anak anak Lombok itu adalah sisi lain dari   keinginan mewujudkan Lombok sebagai pulau seribu keunikan.   Khayalan itu pasti bisa terwujud tanpa harus tergantung pada LTDC atau BTDC  yang  sejatinya adalah para makelar yang  memimpikan keuntungan dibawah  khayalan tingkat tinggi seperti  syair Peter Pan.




Kamis, 16 Februari 2012


KORUPSI   MUSUH   BERSAMA
Oleh   DR.H.ZAINAL  ASIKIN, SH,SU

A.      PENGANTAR

                Pada suatu  malam saya diundang  untuk  mengikuti  dialog  tentang  pemberantasan  korupsi   di  NTB  yang dihadiri  oleh  berbagai  pihak  baik Kepolisian,  Kejaksaan,  Inspektorat ( pemda  propinsi), para  akademisi,  para   advokat, LSM  dan  pengusaha.    Dialog itu dilaksanakan  di sebuah TV Swasta dan  tentunya  sangat  dinamis karena disiarkan langsung.
                Berbagai   ragam   pandangan  yang  muncul  dalam  diskusi  tersebut,  baik  pandangan  yang  mengatakan  bahwa  korupsi  ibarat  parasit atau  benalu  yang  menjalar kesana  kemari  dan  menghisap   dan  membunuh  pohon  tempat nya  merayap,  bahkan  lambat laut  setelah  pohon terbunuh maka  benalu  itu juga akan  mati   sendiri.   Oleh sebab  itu menurut  Dr. Widodo  dari Fakultas Hukum  hati hatilah  bagaimana  semua pihak  termasuk  para  “ advokat “   akan terbunuh juga  jika  koruptor telah membunuh sendi sendi  kehidupan  bangsa  maka ia akan membunuh para  pembelanya sebelum dia   terbunuh sendiri  oleh pri lakunya.
                Utusan dari pemerintah (inspektorat) menyatakan  bahwa   korupsi sebagai  tindakan yang sistemik, maka  harus pula dilakukan upaya pemberantasan  secara  sistemik   agar  sejak awal  menuntut  kesadaran semua pihak  untuk  menjauhi  tindakan  korupsi, misalnya dia  meminta para pengusaha untuk  bersama sama  tidak  memberikan  sogok kepada  pejabat   atau PNS maka hal itu  bisa  menjadi gerakan untuk memberantas  korupsi.
                Yang  paling  mengejutkan saya  tentunya adalah  pandangan  pengusaha  yang terang  terangan  mengatakan  saya  harus  memberikan “ mobil kepada  kepala dinas “  sebagai imbalan  memperoleh  proyek.   Dan pengusaha itu mengaku salah  telah memberikan  uang itu untuk  memperoleh proyek, tapi  keuntungan   proyek itu dipakai untuk melakukan gerakan perlawanan dan pemberantasan korupsi.  Tentunya argumentasi ini sangat  lemah, bahwa  bagaimana  mungkin kita  memberantas  korupsi  dengan  ikut  melakukan  korupsi.
                Seorang  budayawan yang  hadir pada malam itu juga menyatakan keberatan jika  korupsi dikatakan  “ budaya “, sehingga  korupsi sering dikatakan sudah  berbudaya.    Mana mungkin  korupsi sebagai  sebuah  tindakan yang  biadab  disandingkan dengan  sebuah tindakan yang beradab  , oleh sebab  dari dimensi  cultural maka korupsi bukanlah tindakan  yang  beradab ( berbudaya).
B.       
 EXTRA  ORDINARY CRIME
Korupsi  sebagai sebuah  tindakan  yang    extra  ordinary crime “   tentunya  harus dilakukan pemberantasan  secara  extra  juga.   Itulah sebabnya  mengapa  Komisi Pemberatasan Korupsi diberikan  kewenangan untuk melakukan  tindakan pemberantasan korupsi   secara  luar biasa, misalnya   menyadap  percakapan,   melakukan    pengeledahan  , penahanan, penangkapan  dengan cara  cara  luar biasa.   Sebab   jika   tindakan  korupsi  dilawan secara  biasa  biasa saja maka   korupsi   itu akan semakin gawat.    Kelemahan  dari Kepolisian dan Kejaksaan dalam  menangani tindakan korupsi  adalah  masih memperguanakan “ cara  cara  biasa “  seperti  cara menangani perkara  pencurian ayam,  pencurian sandal, pencurian  buah kakao  atau cara  cara  lama  yang  sifatnya  normative ( karena  memang  terkendala oleh Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana)  yang  masih  tradisional.
Dulu  betapa   susahnya  Jaksa atau Polisi  menyidik  Gubernur, Bupati, anggota Dewan   yang melakukan  tindakan pidana, karena harus menunggu  ijin dari atasannya,  terutama  ijin dari Presiden.  Sehingga  lihatlah, betapa para  gubernur/bupati/ anggota DPRD  baru  bisa disidik dan ditangkap  setelah tidak  berkuasa.   Mengapa itu  bisa  terjadi  karena  Polisi/ Jaksa  merasa  takut  di “ pra peradilankan “  oleh para advokat  dengan dalil  melanggar KUHAP.   Dah anehnya juga para  hakim ikut ikutan  memberikan  pendapat yang sama dengan advokat  , bahwa  dengan dalih KUHAP  maka koruptor  tidak  boleh disidik sebelum ada ijin  atasan  dan  gugatan “praperadilan “ dikabulkan.   Apa  arti semua  ini ?     Bahwa  korupsi  yang dilakukan “ pejabat “   di Indonesia  sangat sulit diberantas apabila hanya mengandalkan  pendekatan normative  KUHAP.
Dari  gambaran  di  atas jelaslah bahwa  “ korupsi “ sebagai   extra ordinary  crime di Indonesia  belumlah  menjadi  musuh  bersama,  belum  menjadi  musuh dari   advokat,  belum  menjadi musuh  dari hakim (kecuali  hakim Tipikor Jakarta),  belum  menjadi musuh pemerintah.
Selama ini para pengacara  advokat  justru sangat senang jika ada  orang yang korupsi  karena paling  tidak   menjadi  klien mereka untuk menambah  pundi pundi ATM.  Bahkan yang ironis bahwa  saat ini  terdapat  trend yang menarik dikalangan  pengacara, bahwa  mereka  rela  tidak dibayar oleh koruptor  karena dengan  membela  koruptor maka mereka akan menjadi terkenal  seperti selebrity  diwawancari oleh Koran dan televisi.    Kondisi ini  menjadikan  koruptor  menjadi   mahluk yang harus dikasihi  dan  harus dijaga harkat dan martabatnya di depan hukum atas nama HAM  sehingga   harus dibela habis habisan oleh para pengacara.   Seandainya saja para advokat Indonesia dan NTB tidak ada yang mau bela koruptor  betapa  ngerinya para  calon calon koruptor ini.
Harusnya  pula  Polisi dan  Jaksa   tidak perlu takut  di peradilankan   dalam menyidik “pejabat yang korupsi “  meski ijinnya belum turun dari Presiden, bukankah dalam  Hukum Administrasi Negara  ditetapkan  jika dalam waktu 3 bulan keputusan /ijin belum keluar maka  permohonan dianggap sudah diterima (diijinkan) atau  bukan ditolak.
Para  Hakim di tingkat  local juga  memegang  andil menyuburkan praktik korupsi karena   hakim pengadilan umum  tidak segarang hakim tipikor.  Disamping  tidak memiliki sifat  yang “ garang “, tetapi  hakim  tetap  memiliki pandangan yang  positivism.   Padahal  hakim dalam pandangan mashab  realisme  hukum bahwa ia harus melihat dan menyerap perasaan hukum masyarakat sehingga  tidak  perlu harus  terpaku dengan  KUHAP.  Jika saja hakim pengadilan  umun  dan  tipikor di tingkat  local garang seperti hakim Tipikor  Jakarta,  betapa  ngerinya  koruptor.
Bayangkan seandainya  seluruh  Menteri  mengeluarkan Edaran ke jajarannya, bahwa  seluruh pakar di Indonesia dilarang  menjadi “ saksi akhli yang meringankan koruptor “, betapa sulitnya  koruptor  mencari pembelaan yang meringankan.  Tapi   sayang seribu sayang  bahwa  bebasnya  koruptor di Indonesia  terkadang  oleh kesaksian  “ saksi akhli pemerintah  yang didatangkan  oleh  advokat“.   Riskan memang, betapa  kita hanya  menganggap  korupsi sebagai  kejahatan  yang luar biasa, tetapi tidak menganggap sebagai  musuh bersama  dan menganggap kejahatan  bersama.   Bayangkan  ketika  Ariel Peterpan disidangkan  karena melanggar  delik pornografi  maka seluruh  meas media, seluruh masyarakat dan seluruh Ormas Islam  melakukan  demo besar besaran di Pengadilan.  Nah  pertanyaan  saya  pernahkan  ada demo besar  besaran ketika   seorang koruptor diadili. ?   Belum ada  khan ?   Ini  menandakan bahwa “ korupsi “ memang bukan  perbuatan  tercela yang  harus “ dicela “, atau  perbuatan  hina yang  harus  di hina .  Tapi  korupsi  adalah  perbuatan  yang baik dilakukan  secara  berjamaah sehingga  harus dilakukan secara  berjamaah !    Selamat  berjamaah ! 
  


Minggu, 12 Februari 2012

GILA ITU PENTING ?


GILA  ITU  PENTING
Oleh  : Dr. Zainal  Asikin,SH, SU
A.      GILA   SEBAB
Stigma  negatif   terkadang  selalu melekat  pada  orang  gila,padahal gila  itu  adalah sebuah   kecelakaan atau  musibah,  yaitu   gila  karena    sebab    dan  gila “ sebagai    “ akibat “.
Gila   karena   sebab  adalah  sebuah  keadaan  psikologi  seorang   terganggu  disebabkan   oleh  tidak tercapainya suatu  cita  cita  atau  obsesi  dari   yang   bersangkutan.    Sedangkan  gila sebagai akibat, adalah   suatu  proses psikologi  yang  disebakan oleh terpenuhinya  keinginan yang  berlebihan  yang  mengakibatkan yang  bersangkutan  tidak kuat  melakoni  dan  mengemban  amanah  profesinya.
Suatu  saat di  Kota saya lahirlah anak  muda  bernama “ Mahmudin “    entah kenapa   dalam kesehariannya  dia  dipanggil  “ ENDING  “.     Si Endingi   ini   memang punya  obsesi  menjadi  polisi, karena   mungkin  dimata   ENDING ,polisi itu  mempunyai tugas  mulia, mengatur  ketertiban  jalan raya, berhujan panas   berada dijalanan, siang  malam memburu curanmor,nyaris kurang  tidur.Tapi   apa daya  cita  cita ENDING tidak tercapai   karena untuk  menjadi  polisi  ternyata  tidak semudah yang   dibayangkan(   perlu uang dan  koneksi),  dan itu  tidak  dimiliki  oleh  ENDING.  Karena  sebab itu  maka  si  ENDING  sedikit terganggung   jiwa  dan  raganya, berkelana di  Kota   Mataram, dengan  memakai  pakaian ala  polisi,atribut  lengkap   melebihi   pangkat   jendral, semua lambang  ada pada  pakaiannya,dan yang  paling  khas  adalah   ENDING  selalu membawa   lipri (pluuit) yang siap  siaga di tiupkan  manakala melihat  ada kemacetan di perapatan jalan di  Mataram dan  secara  serius mengatur  lalu lintas.   Tingkah   pola  Ending yang berpakaian   polisi  dan  mengatur  lalulintas  ternyata  bukan  termasuk  tindak pidana,karena  dalam   hukum hanya orang  waras yang  bisa  dikenakan   sanksi hukum.   Jangan  coba  coba  jika anda  yang  waras  menggunakan  pakaian   polisi,maka anda akan ditangkapsebagai  polisi gadungan.
Apa yang dilakukan Ending  dalam keterganggun jiwanya   ternyata  bagi  saya waktu itu  sangat bermanfaat,apalagi   waktu  itu di   Kota  Mataram belum ada  trafiq  light  sehingga keberadaan ENDING  sangat   penting di  saat  petugas   tidak   ada ditempat.   Gila  sebagai     sebab “   secara akademis  bisa diobati  secara  perlahan  dengan  memberikan  seseorang  kepercayaan  melakoni  tugas itu dan biarkanlah  ia  melakoinya  dengan  penuh  kasih dan tidak mencemohnya,maka niscaya sesorang  akan pulih.Nah proses itu  dialami  oleh  ENDING setelah  bertahun tahun mejadi polisi  jalanan,maka perlahan lahan  megalami kesembuhan,  dan oleh   Jajaran  Gubernur  ( sejak Gatot    Soeherman    sampai  Warsito),Si ENDING diangkat  menjadi   “tenaga honorer”   dengan  pakaian dinas   coklat   yang tidak  lagi   penuh atribut  Jendral.   Kesadarannya   mulai pulih  dan sangat rajin   bekerja,  dan tentunya   rajin minta rokok  kalau orang yang dikenalnya   datang ke Kantor  Gubernuran.
Satu  yang   saya  ingin  katakan bahwa “ Gila  karena sebab “ tidak  selalu memiliki stigma  negatif,teryata  keberadaan orang seperti  ini   penting dan  harus  ada  sebagai  pengingat  kita pada  Tuhan,  bahwa dalam  bercita cita  ukurlah   kemampuan kita agar  tidak kandas dikemudian hari.

 B.GILA  AKIBAT
                Penomena gila  yang  kedua, adalah   gila  akibat. Yaitu  suatu  kondisi   seorang  yang   sehat secara pisik daN  PSIKOLOGIS       tetapi akibat   terpenuhinya seluruh kebutuhannya   secara berlimpah  yang   tidak  pernah  dirasakan dan tidak bayangkansebelumnya,   kemudian orang ini  menjadi  lupa  diri,  lupa  teman,lupa kewajiban   dan lupa  pada Tuhannya.   Gila  model   kedua ini lebih berbahaya  ketimbang  ENDING,karena orang seperti  ini  telah kehilangan kesadaran dan  jati dirinya,telah lupa  akan  masa  lalunya  sehingga   dengan “   kekuasaan  dan harta yang dimilikinya” dia   berusaha  menjadi “hero”,  membunuh saingan  politik,  menyuap,menyogok, dan  lupa segalanya.
                Suatu  saat  saya  diajak menghadiri  suatu pemakaman  seorang  Ibu  yang  hidup  sendiri dan dirawat  oleh ponakanya.  Saya tidak mengenal   almarhumah,tetapi  yang  mengagetkan  saya para  pengantar  jenazah  sangat   banyak,nyaris tidak bisa  menampung   area   pemakaman.   Dan   hampir    semua   pelayat  menangis  tentunya  sebagai  tanda berkaung  dan  duka yang dalam.
                Saya  tidak  mau  bertanya   mengapa pemakaman itu  begitu  “duka”. Akhirnya   dalam  perjalanan  pulang   saya  bertanya teman itu,mengapa pemakaman tadi berlinang  air  mata  ?
                Teman saya  kemudian  bercerita,bahwa   almarhumah ini memiliki   satu  satunya  Putra   ,dan   sekarang menjadi  pengusaha  sukses di  Jakarta, kaya raya, istri  cantik, dan sibuk  sudah tentu, sampai sampai  ketika  ibunya  sakit,meninggal  dan  pemakaman tidak  sempat  hadir.  Mendengar   cerita itu saya tercenung  dan tak terasa airmata  saya meleleh.    Dan sampai dirumah saya   mencium ibu yang   telah sepuh....dengan berbisik...saya   harus   tetap   disisinya.
                 Saya   tidak  ingin  menjadi  Gila   Akibat, dan menjadi sukses  di   Jakarta   dan  melupakan  segalanya.