Rabu, 23 Mei 2012

Grup Jogank


CARA  GILA  MENGHADAPI  RENTENIR
Oleh Zainal Asikin

Saat ini yang paling menggelisahkan pedagang kecil adalah para rentenir   yang berlindung dibalik Koperasi Simpan  Pinjam maupun Bank Perkreditan . Saya katakana demikian karena dari  kampong kampong  lembaga ini merasuki ibu ibu pedagang bakulan, pedagang asongan, ibu rumah tangga dengan cara   memberikan pinjaman cepat tapi dengan  bunga selangit. Akibatnya  para pedagang kecil terjerat dengan  “ rentenir “  yang sering dijuluki “ bank Subuh  “ karena melakukan penagihan  pagi  hari selesai  sholat subuh agar  bapak/ ibu ibu gampang dijumpai.   Tetapi saking  kepepet dan sulitnya membayar angsuran kredit yang tidak disatu lembaga perkereditan  maka  bapak/ibu ibu sering sembunyi dipagi  hari  dan baru pulang ketika si petugas  sudah pulang.   Ternyata si  petugas tidak habis akal, maka tagihan dilakukan persis sholat Magrib, maka masyarakat menjulukinya “ bank Magrib “.     Bahkan saking sulitnya mencari debitur yang nunggak hutang karena  Subuh dan Magrib tidak bisa ditemukan, maka petugas kredit punya cara jitu  yaitu melakukan penagihan persis menjelang  Sholat Jumat , karena  tidak mungkin ummat Islam tidak pergi Jumatan, pasti ketemu.    Penomena perkreditan dengan pola rentenir dengan bunga tinggi telah banyak memakan korban.  Tetapi aparat penegak hukuk, baik kepolisian maupun Bank Indonesia tidak  berupaya mengambil tindakan hukum atas terjadinya praktek perbanakan (simpan pinjam ) yang bertentangan  dengan hukum perbankan.   Akhirnya masyarakat  sudah pasrah atas nasibnya , dan satu satunya yang harus dilakukan  bagaimana memerangi para rentenir ini dengan cara  GILA , sebab memerangi  rentenir di Lombok dengan cara biasa yang WARAS nampaknya tidak mendapat dukungan penegtak hukum maupun  otoritas moneter;

Saya mencoba bergaul dengan sekelompok orang yang menamakan grupnya  “ grup Jogank “  atau grup  Gila .  Kelompok ini menjuluki dirinya kelompok gila karena  seluruh anggota memiliki hobi “ gila “, ada yang gila mancing, gila bersepeda, gila  panjat gunung , gila mobil tua dan gila gila lain sebagainya. Grup ini  di Mataram sudah berusia lebih dari 20 tahun yaitu dulu adalah sekelompok mahasiswa Fakultas Hukum Unram yang menjadi aktifis kampus.Tapi karena pertemanan yang sangat kental dan silaturahmi yang mendalam maka persahabatan itu tetap langgeng sampai sekarang, meskipun mereka sudah  tua, ada yang menjadi pengusaha sukses, menjadi advokat, menjadi hakim, polisi, Laksamana AL, Jaksa dan politisi.    Di kalangan keluarga, kelompok ini dikenal sebagai “ grup Ronas “,  yang bermakna ganda, karena “ ronas dalam bahasa Sasak artinya membersihkan “.  Mengapa “ ronas “ , karena anggota grup ini mayoritas kuat makan sehingga kalau disuguhkan makanan apa saja pasti bersih.  Mengapa “ ronas “, karena kepanjangan dari “  rombongan nasional ,yang seluruh anggotanya terdiri dari berbagai suku ( Ada Batak, Jawa, Bima, Dompu, Samawa,  Sasak ada orang Arab, Cina, ada lintas agama ( Islam, Hindu, Budha, Konghucu dsb)..jadi grup ini benar benar nasionalis yang menjaga kerukunan anggotanya sangat solid.
Sebagai sebagai sebuah komunitas, atau istilah Emeil Durheim adalah sebuah komunitas organis, maka kegiatan utama grup ini adalah “ arisan”  yang dilakukan tidak kenal waktu.  Jika orang lain melakukan arisan  satu bulan sekali, tapi grup ini  arisan bisa setiap hari, bisa tiap minggu dan tidak boleh lebih dari 1 bulan. Jadi kadangkal ada sms tiba tiba bahwa hari ini arisan, maka  mereka langsung  kumpul.. Itulah “kegilaan grup ini “, sehingga dinamika pertemuan grup ini sangat dinamis.  Arisan mereka tidak banyak yaitu 50 ribu perorang  setiap arisan tetapi makanan yang disuguhkan dalam arisan terkadang melebihi menu restoran Internasional, sebab mereka berangapan bahwa  untuk apa “ uang jika tidak dipergunakan untuk acara silaturahmi dan menyuguhkan yang terbaik bagi teman teman” itulah “ gilanya grup ini.   Dan yang paling menakjubkan bagi saya, bahwa grup ini setiap arisan  harus mengumpulkan uang dana social perorang paling kurang 25 rupiah.  Dan  dengan dana social ini  diperuntukan bagi teman teman yang kesulitan untuk biaya berobat, musibah, dan tentunya pinjam meminjam bagi anggota yang kekebetulan “ kere “.
Dengan rentang waktu yang begitu lama, ternyata grup jogank yang gila ini  tidak terduga   telah memiliki dana social yang cukup banyak, maka pada  muncullah gagasan “ gila  “ yaitu melawan rentenir.  Caranya yaitu dengan memberikan pinjaman  modal  para pedagang kecil tanpa bunga sehingga lambat laut  rentenir kalah bersiang dengan “ grup gila ini “.   Dengan memberikan bantuan setiap pedagang bakulan Rp. 500 ribu  sampai Rp.1000.000  ternyata kelompok gila itu telah mencoba melawan rentenir dengan cara gila.  Dan ternyata cara “ gila “ mampu  membantu para pedagang kecil dan mampu membuat kaum rentenir  kalah bersaing.
Seadainya saja tuan tuan, puan puan,  saudara saudara yang terhormat yang sekarang punya rezki melakukan  gerakan social, tidak usah membuat nama grup Jogank,  tapi grup” waras “ tapi aktifitasnya memberikan  pinjaman  tanpa bunga, Insya Allah dalam waktu tidak terlalu lama kehidupan pedagang kecil di Lombok ini tidak lagi terlilit hutang rentenir. Selamat Mencoba





Minggu, 20 Mei 2012

Sangkep Beleq





SANGKEP (GAWE) BELEQ DITENGAH  KRISIS
Oleh  Zainal Asikin
Sangkep Milik Rakyat
Pada  hari Minggu tanggal 20 Mei 2012 diadakan suatu    sangkep beleq “  atau  musyawarah besar yang diadalam Majelis Adat Sasak  ( MAS) bertempat di Becingah ex Kantor Bupati Lombok Barat.  Banyak pro kontra atas  terlaksananya sangkep beleq itu karena dilaksanakan di tengah tengah krisis ekonomi  bangsa, dan lebih lebih dalam sangkep beleq itu  menurut  akan diikuti dengan  pemasangan mahkota Pemban MAS  yang senilai 2 Milyard ( itu menurut situs resmi yang disampaikan oleh H.L M. Syamsir, SH).
SANGKEP  atau musyawarah bukanlah hal yang tabu atau hal yang luar biasa, karena semua orang boleh melakukan sengkep, bahkan  sangkep ini merupakan kebiasaan orang Sasak, mau  khitanan harus lewat sangkep, mau nikah juga perlu musyawarah (sangkep), jadi sangkep itu milik orang sasak, bukan milik Majelis Adat Sasak.   Jika anda tidak diundang dan tidak hadir juga tidak ada resiko, silahkan adakan sangkep tandingan dirumah sambil membahas bagaimana memberantas agar orang sasak tidak minum tuak, itu juga sangkep yang lebih bermartabat.   Tanggal  20  Desember  2010  pernah diadakan Sangkep Beleq  oleh komunitas pencinta  lingkungan  bertempat di Dusun  Kumbi Lembah Sempage yang dihadiri oleh  Menteri dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Koperasi dan UKM, t, Bupati Lombok Timur, Bupati Lombok Utara, Dishut Provinsi dan Kabupaten, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi dan Kabupaten serta Kecamatan, Kepolisian, Desa, LSM, ketua blok dan anggota kelompok/penggarap HKM, hingga kalangan swasta.   Bahkan  sangkep pada waktu  dihadiri oleh lembaga luar negeri Ford Foundation, ACCES Phase II, LEI, ICRAF, FKKM, ICEL, FFI, Dewan Kehutanan Nasional, World Neighbors dan Lapera.
  Tahun 2011  tanggal  21 Desember 2011   juga pernah diadakan Sangkep Beleq III   yang diadakan oleh MAS di Gedung Graha Bhakti Praja  yang saat itu dihadiri oleh Gubenur NTB.  Salah satu pesan Gubernur ketika itu “ orang Sasak  harus  mencintai dan bangga dengan budaya dan kearifan lokal kita. Karena itu jangan sampai masyarakat NTB lebih tahu budaya luar di banding budaya lokal daerahnya. Karena itu kita perlu pelajari budaya kita sendiri,’’ungkap Gubernur ketika membuka sangkep beleq III masyarakat adat sasak (MAS) di Gedung Bhakti Praja, Rabu (21/12). Hadir dalam kesempatan itu, Ketua MAS, Drs. H. L. Azhar, Kapolda NTB, anggota FKPD, tokoh adat, dan anggota FKMUB   serta ta sejumlah Kepala SKPD.
Sangkep Beleq  Sangkep Beleq  yang diadakan oleh MAS (Majelis Adat Sasak) memang seringkali  tidak jelas tema dan tujuannya, sehingga acapkali dinilai sesuatu yang mubazir, bahkan terkadang dinilai bersifat politis.    Pada Era Orde Baru  Majelis Adat Sasak berkali kali melakukan acara besar yang  memberikan  gelar gelar  pada “  Kepala Staf Angkatan Udara, KASAL, KASAU  . KASAD  dan sebagainya yang kental dengan nuansa politik.   Mengapa gelar itu diberikan kepada  petinggi ABRI waktu itu ?  Tentunya kita mafhum bahwa kehidupan politik Orde Baru sangat kental dengan ABRI sehingga siapa yang bisa mendekati ABRI maka hidup akan terasa aman.  Masa itu  Sebahagian bupati di NTB diisi oleh  ABRI   kecuali Bupati   Lombok Barat  dan Walikota Mataram,  dan Orde Baru waktu itu mengincar agar jabatan Walikota Mataram dan Bupati Lombok Barat diisi juga oleh ABRI.  Nah dengan pendekatan politis itu maka diharapkan ada pengertian dari penguasa Orde Baru agar jabatan sipil yang tersisa yang dipegang oleh orang Sasak itu  tidak diganggu gugat.   Jadi sangkep beleq atau upacara apapun namanya  pasca  Orde Baru  haruslah  netral, transparan dan akomodatif  sebagai bagian dari  proses  adaptasi dan intergari diri.
Akan tetapi Sangkep Beleq kali ini rupanya agak lain karena  diikuti dengan “  Begawe Beleq “ yang kesannya ada acara hingar bingar  (hura) dengan berbagai kegiatan  begibung ( makan besar ) karena biasanya jika orang Lombok Begawe  dikonotasikan  dengan  bejogetan , hiruk pikuk ,becilokak, bekecimol  dan sebagainya. Tapi mudah mudahan Begawe Beleq ini berisi hal yang bukan sekedar itu, yang lebih penting  berisi  seminar menyelesaikan persoalan masyarakat  SASAK yang dilanda krisis.
Sangkep Ditengah Krisis
                Terkadang ketika saya di luar daerah, saya merasa malu menyatakan kalau saya adalah orang Lombok,  karena yang tereksposes di Televisi dan Koran adalah  sebuah suku primitip yang pekerjaannya suka berkelahi  , saling bunuh (mesiat), tawuran antar kampong  dan sebagainya.  Tapi  saya tidak boleh juga menutup kebanggan saya sebagai  orang Lombok yang dikenal sebagai pulau seribu masjid, kota Ibadah, Masyarakat yang patut patuh patu, tatas tuhu transne dan berbagai sebutan yang oleh generasi anak anak saya tidak dimengerti maknanya.    Simbol, idiom , semboyan dan motto itu  sepertinya menjadi milik orang orang tua yang hebat pada zamannya sehingga  motto itu menjadi tidak bermakna ketika generasi muda sasak mengalami krisis  kepemimpinan karena tidak ada figure  pimpinan yang bisa dijadikan contoh, krisis nilai karena orang orang tua tidak lagi memberikan teladan berprilaku kepada anak anaknya dalam berpolitik,  ketika  orang  tua   tidak pernah memberikan warisan berupa bagaimana  bertutur, berkata, berkesenian, berpakaian, dan beribadah kepada anak anak mudanya. Akhirnya muncullah pembangkangan dan perlawanan dari kaum muda Sasak dengan mendirikan apa yang disebut Desak Datu  ( Dewan Sasak Muda Bersatu),  Pepasak ( Persatuan Pemuda Sasak), Gerakan Masyarakat Sasak ( Gemas) dan sebagainya.      Konflik disana sini sesama orang Sasak saling bunuh adalah bagian krisis kepercayaan tethadap pemuka agama dan pemuka adat, dimana nilai kedamaian yang diajarkan Tuan Guru, nilai keharmonisan dan persaudaraan yang diajarkan pemuka adat sudah tidak lagi menjadi  petuah ampuh.  Berkesenian yang berbudaya tidak lagi tidak mentaati pakem berkebudayaan sasak, sehingga kecimol  dan gendang beleq yang mengiringi pengantin penuh dihiasi dengan anak muda sasak yang bercelana jin, berspatu  adidas,  dan mempergunakan pakaian adat entah berantah.  Itulah beberapa krisis  masyarakat Sasak yang sekarang terjadi, dan oleh karenanya sangkep Beleq itu menjadi penting jika mampu merumuskan “   awiq awiq “  yang  mampu memberikan  mantra mantra seperti  Keris Empu Tantular  yang  mendamaikan jagat raya.
Kesimpulan
Sangkep Beleq yang diadakan oleh masyarakat apapun bentukya  dapat dimaknai sebagai bagian partisipasi masyarakat  yang mengambil alih peran Negara dan isntitusi resmi yang mungkin sedang tertidur lelap tidak sempat memikirkan persoalan masyarakat.  Seandainya institusi resmi legislative berfungsi maka tidaklah perlu ada sangkep hanya menyelesaikan “ kerusakan lingkungan hidup di Dusun  Kumbi Lembah Sempage”.  Begitupula andaikata Negara dan aparatnya  bisa tuntas menyelesaikan konflik, maka tidak perlulah MAS harus Begawe Beleq untuk menyelesaikan konflik, dan begitupula seterusnya peran Departemen Agama bekerja maksimal maka tidak perlu ada  Sangkep Beleq memikirkan tentang konflik antar agama, dan seterusnya.    Fungsi  politik ( pencapaian tujuan), fungsi budaya (mempertahankan pola), fungsi hukum ( integratif), dan fungsi ekonomi (adaptasi) sebagaimana yang dikemukakan oleh teori sibernetika Talcot Parson adalah  mata rantai penyelesaian  masalah yang selama ini terabaikan sehingga perlu sangkep beleq.
Alhasil sangkep beleq siapapun yang melaksanakan dan dimanapun tempatnya adalah suatu kegiatan yang patut diapriasi sepanjang   tidak memakai uang rakyat   (APBD), karena uang APBD lebih baik dipakai untuk mendongkrak IPM  NTB yang masih diurutan 32  dibawah Papua yang rakyatnya masih memaki koteka.  Jika  pada suatu saat kita ternyata turun ke peringkat 33 dibawah PAPUA….maka  celakah kita para pemimpin bangsa sasak yang lagi sangkep beleq.