DOBRAK UNRAM
OLEH ZAINAL ASIKIN
PENGANTAR
UNRAM DAN
PROBLEMNYA
STAGNAN KONSERVATIF
, KURANG DARAH ITULAH PENILAIAN
ORANG SAAT INI TENTANG UNRAM. MAKA
UNRAM MEMBUTUHKAN SEMANGAT DENGAN
ISTILAH RIXON SEBAGAI Konstruktif
TRANSGRESIF ATAU OLEH DERIDA
DISEBUT SEMANGAT DEKONSTRUKTIF.
UNRAM TIDAK
MEMBUTUHKAN REKTOR YANG PINTAR.
UNRAM TIDAK MEMBUTUHKAN REKTOR
YANG BANYAK GELAR. YANG
DIBUTUHKAN UNRAM REKTOR YANG CERDIK MENGATASI PERSOALAN,
REKTOR YANG LIHAI MENCARI UANG
BUKAN HANYA MENGHABISKAN UANG YANG SUDAH ADA.
REKTOR YANG TEGAS TAPI TIDAK KAKU DAN TIDAK RAGU, REKTOR YANG CEPAT MENGAMBIL
KEPUTUSAN TAPI BUKAN NGAWUR, REKTOR YANG
PUNYA RASA EMPATI ATAS KESULITAN FAKULTAS DAN PROGRAM STUDI, BEREMPATI KEPADA
KESULITAN MAHASISWA.
UNRAM BUTUH REKTOR YANG BISA MEMBAYAR HONOR TEPAT WAKTU
BUKAN BERBULAN BULAN, UNRAM
BUTUH REKTOR YANG INTERPRENUR, GESIT , PROGRESIF DAN PANDAI MEMECAHKAN MASALAH, BUKAN MELAHIRKAN MASALAH.
OLEH
KARENA ITU KEDEPAN UNRAM HARUS DIPIMPIN OLEH REKTOR YANG BERANI
, TAPI BUKAN NEKAD. UNRAM
MEMBUTUHKAN REKTOR YANG PUNYA GAGASAN, BUKAN YANG
BANYAK ALASAN.
REKTOR HARUS PUNYA PLANING YANG PROGRESIF,
BUKAN PLIN PLAN DAN DEPRESIF.
AYO SIAPA BERANI ? SAYA MENANTANG ANDA
SEPERTI KATA
KAHLIL GIBRAN DALAM JIWA JIWA
YANG MEMBERONTAK :
Aku..adalah diri,
diri yang berfikir ; diri
yang suka berangan angan; diri kehausan dan kelaparan; dan diri yang ditakdirkan
berjalan terus menerus tanpa istirahat, mencari apa yang belum
dikenal dan apa yang belum
diciptakan.
Adalah aku, bukan
kalian. Yang akan memberontak
!
Dan kukatakan bahwa hidup itu memang kegelapan ;
kecuali kalau ada dorongan ; Dan
semua dorongan itu buta, kecuali
ada pengetahuan ;
Dan semua pengetahuan sia sia, kecuali ada pekerjaan ‘
Dan
semua pekerjaan kosong , kecuali ada cinta ;
Dan
ketika bekerja dengan cinta, kamu mengikat dirimu kepada dirimu sendiri
Dan kepada
satu sama lain dan kepada Tuhan.
Dan
jika kamu bekerja tidak dengan cinta, tapi
dengan rasa tidak suka,
Lebih
baik tinggalkan pekerjaanmu, dan duduklah di gerbang kuil………
Mintalah
sedekah kepada mereka yang bekerja dengan gembira.
DAN SAYA AKAN MENGAJAK ANDA BEKERJA
DENGAN GEMBIRA
PERTAMA
Nama Unram
tersandera karena Kasus HUKUM dalam
masalah pembangunan Rumah Sakit Pendidikan
yang menyeret PT.DGI. Kasus lain
kini masih belum tuntas adalah kepastian “ hak “ Unram atas SD /TK Model yang kini bermasalah dan Unram
terancam kehilangan lahan. Ini harus
dituntaskan demi menjaga nama baik dan kredibiltas Unram.
KEDUA
LAMBANNYA PELAYANAN
SECARA ADMINISTRATIF
MENGAKIBATKAN PELAYANAN UMUM, PUBLICT SERVICE DAN
PELAYANAN KEPADA HAK HAK PEGAWAI
DAN DOSEN TERBENGKALAI. HAL INI KARENA AKIBAT LEMAHNYA KEMAMPUAN JAJARAN
REKTORAT . BAYANGKAN UNTUK
MENERBITKAN SURAT KEPUTUSAN (SK, )
KEPANTIAAN, SK Mengajar UNTUK
DASAR PEMBAYARAN GAJI DAN
HONORARIUM HARUS MENUNGGU 2
sampai 3 BULAN. Akibatnya banyak dosen merasa dizalimi, dan
keringat dosen sudah 2 kali kering baru honornya bisa dibayar.
TIGA
LEMAHNYA pelayanan administrasi dan
keuangan di Rektorat MENJADIKAN
UNRAM SEBAGAI INSTITUSI YANG
SANGAT BURUK DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN LAINNYA. ADA KECENDRUNGAN PARA PEMBANTU REKTOR TIDAK MEMAHAMI “ BATAS ANTARA
DELEGASI DAN MANDAT “ SEHINGGA SERINGKALI
DISPOSISI REKTOR TERBANTAH ATAU DIANULIR DI TINGKAT PEMBANTU
REKTOR.
EMPAT
TIDAK JELAS
KEBIJAKAN TERHADAP PENGEMBANGAN dan PERENCANAAN UNRAM KE DEPAN SECARA LEBIH LOGIS DAN RASIONAL. ADA
FAKULTAS YANG SANGAT MEMBUTUHKAN
RUANG BELAJAR DAN FASILITAS
LAINNYA. AKAN TETAPI SEKONYONG KONYONG
UNRAM MEMBUAT GEDUNG TEHNOLOGI
PERTANIAN YANG BELUM ADA
MAHASISWANYA
LIMA;
PROYEK PROYEK DI UNRAM SELALU BERMASALAH DAN SELALU TERLAMBAT
TERSELESAIKAN. KARENA LEMAHNYA STAF BAIK
DI LEVEL PINPRO (PPK) SEHINGGA
PROYEK HARUS DIMULAI BULAN SEPTEMBER
DAN SELESAI BULAN DESEMBER. SESUATU
YANG TIDAK MUNGKIN TERSELESAIKAN DALAM WAKTU 3 BULAN.
ENAM
KELEMAHAN DAN
KERAGU RAGUAN PADA PIMPINAN UNIVERSITAS DALAM
MENGAMBIL KEPUTUSAN MENYEBABKAN TIDAK ADA KEPASTIAN DALAM MENENTUKAN
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UNRAM,
SERINGKALI KEPUTUSAN SENAT,
KEPUTUSAN RKU, DLL BERUBAH KARENA ADA
DESAKAN MAHASISWA.
TUJUH
JAJARAN REKTORAT
TIDAK
MEMILIKI SEMANGAT INOVASI DAN KREATIFITAS
UNTUK MENGEMBANGKAN PUSAT BISNIS YANG BISA MENDATANGKAN REVENUE GENERATING. LAHAN
UNRAM DI JALAN PENDIDIKAN LEBIH BANYAK TERKESAN SEBAGAI HUTAN BELANTARA KETIMBANG SEBUAH KAMPUS.
BANYAK LAGI LAHAN LAHAN UNRAM YANG TIDAK TERGARAP SECARA
PROFESIONAL. AUDITORIUM DAN ARENA BUDAYA TIDAK PERNAH MENGALAMI RENOVASI AUDIO YANG
LAYAK UNTUK DIKEMBANGKAN SEBAGAI TEMPAT SEMINAR DAN RESEPSI.
TAHUKAH ANDA ?
BERAPA ASSET UNRAM YANG TERSEBAR DIMANA MANA, TETAPI
HASILNYA TIDAK PERNAH DILAPORKAN.
TAHUKAH ANDA
?
KITA AKAN
KEHILANGAN ASSET BERUPA TANAH DAN GEDUNG
DI ATAS SD BERTARAF INTERNASIONAL DI SEGANTENG AKIBAT KEBIJAKAN
YANG SALAH !
SEMUA
PERSOALAN DI ATAS KURANG MENDAPAT PENYELESAIAN SECARA TUNTAS DAN SANGAT
MENGGUSIK DAN MENGANCAM MASA DEPAN UNRAM.
(SATU)
MENUJU UNRAM
YANG
DEKONSTRUKTIF,
PROGRESIF-TRANSGRESIF
Istilah itu coba
saya perkenalkan bagi para pemikir Unram yang
sedikit lebih berpikir
normative – positivis.
Kenapa petinggi Unram
terlihat seperti para pemikir
positvisme karena terlihat dari cirri
ciri positivism yang cenderung kaku dan lamban, kurang respon atas
perubahan.
Jika digambarkan dengan tubuh
manusia, bahwa Unram ini bagaikan
orang yang gemuk, perut besar, tidak
kuat jalan dan napas pendek (terengah engah jika berjalan ).
Oleh sebab itu mau di apakan saja selalu
terlambat karena sulit
bergerak dan males malesan.
Kaum positivis
lebih cendrung terima
beres dengan teks teks
yang sudah ada, yang
penting sudah ada perencanaan
, tidak perduli ada
manfaatnya dan memenuhi rasa keadilan.
Karena
itu maka
persoalan “ eksekusi “
perencanaan bukan soal,
apakah nantinya bisa memperoleh dukungan atau tidak,
itu tidak penting. Sekumpulan orang “ positivis “ biasanya
males berfikir, cendrung setuju .
Males berfikir karena
bermacam macam sebab antara
lain karena pikiran
sedang ruwet, tidak mau tahu
atau memang benar
benar tidak tahu.
Orang orang positivis berfikirnya cenderung sekedar konstruktif, maka diperlukan
“ dekonstruktif “. Orang Positivis kecendrungan formalitas
maka diperlukan restorasi berfikir
, bukan gerombolan pengekor.
Untuk itu maka
ke depan Unram harus
keluar dari cara
berfikir Positivisme oleh
pemimpin yang positivism. Maka
ke depan Unram harus
melakukan “ restorasi ,
dekonstruksi, progresif transgresif
“.
Pemimpin
Unram kedepan harus memikirkan apa yang tidak terpikirkan,
merencanakan sesuatu yang
mengandung kebaruan atau oleh Jack Reynold disebut “ self
referential paleaonimi “,
mengerjakan sesuatu yang luar biasa, bukan yang biasa biasa.
Itulah
yang harus dilakukan jika mau menggapai standar internasional ataupun go
international. Atau paling tidak
itulah yang bisa dicapai untuk menggapai
ISO 9001:2008 ,adalah standar internasional yang mengatur
tentang Sistem Management Mutu (Quality Management
System). Dalam standar ini, sebuah organisasi dituntut untuk bisa
merencanakan dan mengimplementasikan berbagai aturan proses-proses dan
sumber daya yang diperlukan untuk menjamin dihasilkannya produk dan pelayanan
bermutu.
Pemimpin
UNRAM kedepan adalah orang yang pinter nyari uang untuk membesarkan Unram dan cerdas menggunakannya. Saat ini. Jangankan mendatangkan uang, Masya
Allah………untuk mengeluarkan uang yang sudah ada saja betapa susahnya , sampai
sampai membutuhkan waktu 6 bulan untuk proses membayar honor mengajar dosen
S2 dan Non Reguler, Innalillah…..kurang lebih 20 % dana Unram tidak bisa terserap dan harus
dikembalikan. Sampai sampai Unram harus membentuk “ Team Percepatan
Penyerapann Anggaran “ yang diketuai
oleh Dekan Tehnik. Inilah team satu
satunya didunia, saking bodohnya kita memakai uang maka dibentuk agar cepat
makai uang ? Siapa yang tolol, siapa
yang bodoh, lho kok makai uang saja ndak bisa padahal kami ini masih butuh uang ?
Para Pengelola,
Unit ( Dekan, Ketua Program Non Reguler, Ketua Magister) hampir
mengemis meminta dicairkan
dana, meminta dibelikan prasarana proses
belajar mengajar ( LCD, Laptop,
dll) , tapi begitu susahnya.
Suatu kali
di Bulan Nopember
2012 saya disurati oleh
Universitas, agar mengajukan usulan pencairan honorarium staf pengajar
bulan Juni 2012. Padahal saya sudah mengajukan 4 Bulan yang lalu
(sekitar bulan Agutus). Akhirnya saya
datang dengan membawa arsip ke
Unram…..lalu dijawab “ maaf pak Surat Bapak Terselip. “. Hahahahahahahaahaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Betapa
mudahnya Rektorat mengatakan “ maaf surat bapak hilang, maaf surat bapak keselip, maaf, surat bapak masih dicari, maaf surat bapak menunggu disposisi, dsb
dsb……yang kata maaf itu harus kami tunggu sampai 5 Bulan ?
Lembaga sebesar Unram
dengan Pembantu Rektor bidang
administrasi dan keuangan adalah seorang pakar (doctor ekonomi) masih kita
jumpai menejemen amburadul ( istilah Prof Ahyar Sutaryono). Mau kita apakan Unram ini jika hal seperti
ini terjadi ?
Kesimpulannya
ke depan kita memang butuh pemimpin Unram yang bisa cari uang untuk membuat
Fakultas Fakultas ini hidup dan
bergairah, kita butuh orang
mengerti penderitaan bathin dan
ketersiksaan rohani pegawai
dan dosen dari
belenggu menejemen dan
birokrasi yang “ bau kentut “
yang membuat kita pusing.
(DUA)
UNRAM DIKEPUNG
PEDAGANG KAKI LIMA
Anda bisa menyaksikan kampus Unram di Jalan Pendidikan
terkesan kumuh , gelap, kotor, dan nyaris tidak mencerminkan tempat bercokolnya
para intelektual. Kondisi disebelah
Timur berdampingan dengan Kampus IAIN
Mataram saat ini sudah mulai bermunculan kios
pedagang kecil yang “ nantinya akan menutup wajah Unram”. Kondisi ini sudah berlangsung lama
juga…ketika para pedagang kecil membuat lapak tempat berjualan di Jalan masuk
dari arah Utara menuju kampus Unram yang berdampingan dengan ASRAMA MAHASISWA
yang kini sudah tertutup oleh Pedagang
Kaki Lima.
Salahkah
mereka membuat Lapak atau Kios tempat berjualan ? Tentunya tidak salah , karena kita memang tidak pernah mau
memanfaatkan lokasi, jalan dan lahan pinggir kampus itu sebagai suatu tempat
yang lebih produktif, misalnya membuka tembok tembok itu dan membuat bangunan menghadap jalan, apakah bangunan
Asrama, Kegiatan /Kantor? sekretariat
UKM./UKF atau toko toko yang dikelola
oleh Fakultas, Universitas, Koperasi, Unit Usaha Mahasiswa, atau oleh pihak
swasta dengan pola bagi hasil “ Build Operate Transfer” sehingga bisa
menambah pendapat Unram (revenue
generating).
Apakah
anda harus diam…melihat kampus dikepung dan ditutupi oleh Bangunan
Pedagang Kaki Lima ?
Kenapa
selama ini Unram diam ? karena
pemimpin Unram tidak memiliki
pengetahuan, kemauan, keberanian dan kiat untuk melakukan terobosann dalam menjadikan
Unram lebih produktif melalui
bisnis dan kerjasama dengan swasta.
Pemimpin Unram selama ini hanya menunggu uang dari Pusat (APBN) dan dari SPP, Sumbangan Pembgangunan Institusional
(SPI).
Unram
tidak mau dan belajar dari IPB, ITB,
Universitas Brawijaya yang
kampusnya megah dibiayai dengan Pola
Build Transfers bekerjasama dengan swasta.
Unram tidak pernah mau berlajar
bagaimana untuk tidak semata mata
mengharapkan dana pusat yang baru dikucurkan kalau bIsa bermain
mata.
Brawijaya
punya Hotel UB yang sangat strategis dan laris manis, UGM punya Gues Hous, UI
Punya Gues Hous, IPB punya Supermarket…………dan kita hehe hehe punya kantin kantin kantin kecil di masing masing fakultas yang tidak layak untuk dibanggakan sebagai
tempat makan para dosen dan karyawan, apalagi tamu.
Akhirnya untuk melayani kebutuhan tamu tamu Unram yang makan, kita harus memesan nasi kotak melalui Catering
Henny.
Coba tuan tuan hitung berapa Unram membayar makan dan minum setiap tahun untuk biaya rapat rapat
melalui catering. Tentunya cukup
besar ! Seandainya Unram memiliki
Restoran dan Rumah Makan sendiri makan tidak perlu Unram mengeluarkan terlalu
banyak uang membayar catering.
Sudah
waktunya Unram membutuhkian pemimpin yang memiliki semangat dan bakat
interpreneur sehingga Unram harus dikelola tidak saja oleh orang yang pinter
menghabiskan uang/anggaran…tetapi mencari uang.
Untuk urusan memanfaatkan lahan ternyata IAIN
Mataram lebih cerdas dibandingkan
Unram. Lihat..bagaimana IAIN secara sigap membangun kios kios di sebelah Barat kampusnya sehingga dengan demikian “ dapat mencegah
kampus IAIN dikeroyok bangunan PKL.
(TIGA)
KOMUNIKASI UNRAM
DENGAN RAKYAT
Untuk
urusan komunikasi Unram dengan Rakyat (NTB) dirasakan masih sangat kurang
bahkan bisa dikatakan sangat
memprihatinkan . Masyarakat NTB bahkan mungkin luar NTB tidak pernah tahu kalau di kampus UNRAM terdapat
segudang pakar (akhli). Masyarakat NTB
tidak tahu kalau di Unram ada hasil hasil riset yang sangat berguna masyarakat.
Malahan ada yang bertanya Unram itu berada di mana ? Pertanyaannya kenapa rakyat tidak
tahu ?
Jawabnya
karena Unram tidak pandai bermain semiotika,
bermain dengan bahasa, bermain dengan logika, bermain dengan fakta. Bahwa segala informasi itu harus disampaikan ke masyarakat. Data dan informasi tidak pernah bisa berjalan sendiri dan sampai ke tujuan tanpa
sarana.
Oleh
sebab itu sarana dan prasarana yang
dimiliki Unram untuk menyampaikan informasi segala sumber daya Unram teryata
sangat minim, alat untuk mempublikasikas hasil penelitian Dosen dosen Unram sangat terbatas
yaitu hanya jurnal jurnal yang diterbitkan oleh kampus dan dibaca oleh kalangan terbatas ( itupun
tidak terakreditasi).
Tengoklah
beberapa kampus lain mereka memiliki
Radio Kampus, Memiliki Koran Kampus ( yang oplahnya besar), mereka punya
station Televisi Lokal, memiliki mobil
pelayanan umum kampus dan sebagainya yang seluruhnya dipergunakan untuk
publikasi, sosialisasi kegiatan kampus agar kampus dikenal oleh masyarakat
sebagai tempat berkumpulnya para akhli
dan informnasi.
Pertanyaannya Kenapa Unram tidak melakukan
terobosan dan membangun “ sarana prasarana sejenis itu ? Jawabnya karena pemimpin kampus tidak
memiliki instink dan semangat yang
prospektif untuk mengembangkan kampus sebagai
wadah komunikasi antara cerdik pandai dengan rakyat, Pemimpin Unram hanya menjadikan Kampus
sebagai menara gading yang tempatnya nun jauh di atas awan (berumah di atas awan). Hasil penelitin dosen hanya tersimpan di
lemari LPPM dan Lemlit yang tahun demi tahun punah dimakan rayap.
Unram
ternyata kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat karena ia mengisolir diri
dari rakyat yang membutuhkan.
Adalah
sangat tolol dan bodoh jika Unram mengatakan untuk mendirikan perangkat Radio
Kampus FM mahal .
Saya telah menawarkan kepada
Rektor Unram sewaktu saya menjadi Pembantu Rektor IV bahwa biaya untuk
membuat Radio Kampus tidak lebih dari Rp,.400.000.000 ,- Angka itu sangat kecil untuk ukuran kampus
ketimbang hanya membuat pagar keliling kampus yang tidak bermakna yang justru menjadikan Fakultas sebagai sebuah kerajaan kerajaan
kecil yang memisahkan silaturahmi antar kampus sehingga membuat mahasiswa antar kampus menjadi bermusuhan.
Namun
apa yang terjadi
?
Kebodohan
dan ketidak mengertian Unram akan arti pentingnya alat komunikasi ( Radio,
Mobil Unit Pelayanan Masyarakat, dll), maka sampai selesai masa jabatan saya sebagai Pembantu Rektor usulan
saya tidak pernah terealisir. Dan
akhirnya saya mendirikan Radio Sendiri
dibawah bendera PT. Vini Vidi Vici yang saat ini mengudara dan menghasilkan
keuntungan yang lumayan ( yang sudah pasti pasti untungnya lebih besar
ketimbang menjadi Ketua LPM yang banyak masalah ).
Sekali
lagi saya ingin katakan bahwa jangan biarkan Unram terus menerus menjadi menara gading yang terasing dari rakyatnya
akibat tidak memiliki alat komunikasi dan publikasi,
Oke
kita lupakan dulu Radio, Televisi, atau apa saja yang oleh Pimpinan Unram
dikatakan mahal, Tapi paling tidak ada cara lain agar Unram dikenal orang.
Pernah suatu kali saya mengusulkan anggaran Pembantu Rektor IV
untuk melakukan kerjasama dengan Perss ( Koran) dimana dalam rencana anggaran tersebut saya membuat perencanaan agar setiap minggu secara
bergantian ada Rubrik Kampus di Lombok Pos yang akan diisi
oleh masing masing Fakultas sehingga
dalam 1 ( satu) tahun akan hadir wajah kampus Unram dengan para pakar dan
mahasiswanya sebanyak 48 kali,
Lagi
lagi
usulan saya itu hilang entah kemana sehingga nyaris tugas Pembantu
Rektor IV sebagai bidang kerjasama
adalah “ tidak memiliki anggaran “.
Tidak
mengherankan jika masyarakat bertanya
pada suatu diskusi apakah memang pakar pakar
di Unram tidak bisa menulis, sehingga tidak pernah ada tulisannya muncul di
Lombok Pos ?
Saya
katakan kepada mereka bahwa para pakar Unram sedang sibuk menghitung kredit
point dan kredit koint sebagai dampak sertifikasi.
Nah
untuk mengakhiri tema ini saya kembali mengusik Unram dan calon pemimpin Unram agar
menyadari pentingnya “komunikasi dan silaturahmi kepada masyarakat
melalui sarana prasarana yang efektif “.
Keberadaan wadah Radio
Kampus, Mobil Layanan Masyarakat, Koran
Kampus, Kerjasama dengan masmedia local
harus menjadi prioritas kedepan.
(EMPAT)
PERTANIAN LAHAN KERING
ATAU KEKERINGAN LAHAN
Saya
pernah membaca himbauan Dekan Fakultas Pertanian ( Prof Dr
Sarjan) kepada Pemerintah Daerah melalui Harian Lombok Pos, agar pemda
memberikan peluang alumni Fakultas Pertanian menjadi PNS.
Himbauan itu baik, tapi belum tentu tepat.
Sebab tugas kampus bukan menjadikan alumninnya pegawai negeri. Tetapi kampus membekali mahasiswa untuk
menjadi tenaga yang kompetitif di tengah
persaingan global. Himbauan Prof
Sarjan adalah mewakili persaan kampus pertanian dan
alumni yang kurang diperdulikan. Sejatinya
bukan level “ dekan “ yang harus
berteriak ke Pemda, tetapi itu
adalah level Rektor, karena rector
adalah anggota Muspida Plus, Dengan
posisi Muspida Plus maka dalam kesempatan pertemuan dengan Pemda
harusnya Rektor menyampaikan itu sebagai keprihatinan lembaga. Tapi saya yakin rektor tidak pernah bicara itu dengan Pemda,
maka Prof Sarjan menumpahkan suara hatinya.
Dan apa yang disampaikan oleh Dekan Pertanian adalah sebuah
tamparan kepada Universitas (bukan kepada Fakultas Pertanian) yang seolah
olah Unram belum menjanjikan apa
apa bagi alumninya. Maka tugas
rector adalah menjadikan Unram sebuah lembaga yang menjanjikan tanpa
harus meminta ke Pemda.
Maka untuk
menjadikan Unram yang menjanjikan
maka alumni Unram haruslah berkualitas, maka kampus harus lebih banyak memberikan
peluang dan kesempatan mahasiswa
melakukan penelitian, menaklukan alam dan lingkungan, menghasilkan temuan
temuan yang bermanfaat bagi daerahnya,
melakukan aksentuasi dengan tantangan alam .
NTB memiliki alam yang “ unik : karena
sebahagian dipenuhi oleh tanah tadah hujan
istilah ilmiahnya terdapat lahan kering.
Untuk itu maka “ jurusan lahan kering “ di Fakultas Pertranian adalah
salah satu jurusan yang sangat mulia karena akan mampu melahirkan hasil
riset yang berguna untuk
menaklukan “ lahan kering “.
Persoalannya mengapa Unram belum mampu
menaklukan lahan kering NTB dan
belum melahirkan produk tanaman unggulan lahan kering, misalnya durian lahan kering, jagung lahan kering, ubi lahan kering, pisang
lahan kering, kurma lahan kering,
dan semua produksi pertanian unggulan NTB yang bisa di ekspor ? Seperti
salak pondoh Gunung Kidul, Durian
Bangkok, Jambu Bangkok dan lain lain
produksi Bangkok ?
Jawabnya karena Unram tidak memberikan kesempatan dan tidak menyediakan biaya yang cukup bagi Fakultas
Pertanian untuk melakukan kajian dan riset kearah itu. Bagaimana mungkin Fakultas Pertanian bisa dituntut menghasilkan produk lahan
kering, sementara mereka tidak “
disediakan sawah atau perkebunan lahan kering sebagai tempat melakukan riset
bagi mahasiswa Unram “.
Akibatnya, mahasiwa Unram melakukan
percobaan pada tanah laboratoriumnya di
lahan subur di Narmada, atau menggunakan lahan kampus sebagai tempat percobaan
( yang membuat kampus Unram di Utara menjadi semak belukar).\
Sekali lagi jangan menyalahkan Fakultas Pertanian, tetapi
ada kesalahan pimpinan Unram yang “
lalai “ dalam memberikan dan membantu pengembangan sebuah Fakultas yang
memiliki jurusan dan memilik para pakar untuk menerapkan Ilmunya.
Ke
depan, persoalan itu harus dihentikan. Unram harus memberikan perhatian kepada
Fakultas yang strategis agar alumninya menjadi
interpeneur yang handal cerdas, ulet
dan sabar.
Saatnya Unram
membeli lahan /sawah lahan kering di Lombok Tengah atau Pulau Sumbawa sebagai laboratorium
kampus. Jangan berharap pemberian
pemerintah daerah yang tidak jelas
karena pemberian yang tidak jelas akan membuat kecewa seperti
kasus tanah tanah pemberian Pemda
Lombok Barat ke Unram.
(LIMA)
KULIAH
KERJA
NYATA (KKN) DAN LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (LPPM)
Besar kecilnya kampus sebenarnya dapat dilihat dari seberapa besar perhatian kampus terhadap dunia penelitian, dunia
pengabdiannya kepada masyarakat dan pengembangan akademis.
Oleh sebab itu peran Lembaga
Penelitian, Lembaga Pendidikan, Lembaga
Pengabdian kepada Masyarakat menjadi ujung tombak dalam mencapai visi
dan missi Universitas.
Untuk itulah betapa kampus kampus lain
di Jawa dan Sumatera memberikan perhatian dan biaya yang sangat besar kepada
ketiga lembaga itu,
Dalam suatu pertemuan sarasehan dengan
seluruh ketua LPPM dan LPM di Bali tahun 2011, dan saya menginap satu kamar dengan ketua LPM dari Jawa
Tengah. Kepadanya saya bertanya berapa anggaran Lembaga Pengabdian Masyarakat
(LPM) ? Dengan santainya dia menjawab bahwa anggaran untuk LPM sebesar Rp. 3 Milyar. Mendengar itu saya terharu karena Unram
hanya memberikan LPPM hanya ( sekali lagi hanya) Rp, 60 juta setahun. Nah kira kira untuk apa uang 60 juta
setahun untuk sekelas sebuah Lembaga di
Perguruan Tinggi. Tentu ada yang salah
dalam menejemen perencanaan, dan ada
yang belum paham bahwa ada Surat Sekjen Dep
Diknas bahwa anggaran LPPM harus dialokasikan
sebesar 5 % dari dana PT, Silahkan tuan tuan hitung berapa dana Unram setahun dan kalikan
5 %, maka sebesar itulah secara normative
(hokum) sebuah lembaga itu
diberikan. Kalau tidak maka selama ini
kita telah mencoba melanggar hukum.
Untung teman saya itu tidak bertanya kepada saya . berapa dana LPM Unram diberikan
oleh rektorat. Kalau ditanya, saya sudah
siap siap menjawab bahwa dana yang saya terima 10 Milyar setahun, tetapi sering
tidak habis saya pakai dan saya kebalikan ke Rektorat untuk keperluan jalan
jalan ke Malaysia. Singapura, Belanda, Jepang. Biar mereka tahu bahwa kita
memang lagi hobi jalan jalan
dalam rangka promosi go internasional). Meno Kek Juluk.
Dengan dana Rp.60 juta
(atau tahun 2012 sekitar 80 juta) setahun maka “ Presiden Obama-pun “ tidak akan bisa mengembangkan sebuah
Lembaga ( Penelitian, Pengabdian dan Pendidikian di Unram). Sehingga ketika
Rapat Tahunan Unram di Hotel
Jayakarta tahun 2011 yang maha
hebat itu, Para petinggi Unram
menyampaikan visi misi, Rentra dan Renop sampai tahun 2025 dengan semangat Go International. Maka ketika giliran saya menyampaikan
berbicara saya hanya mengatakan “ kita jangan bermimpi Internasional jika dana Lembaga Penelitian
Rp. 90 Juta dan LPM hanya Rp.60 juta “. Lebih baik kita mimpi beronani !
lebih nikmat.
Dengan “ cekaknya “ dana itu membuat
LPM kelimpungan dalam mengurus Kuliah Kerja Nyata (KKN). Lebih lebih untuk melaksanakan program
KKN , para mahasiswa hanya membayar Rp,
150.000 untuk kegiatan pembekalan, honor pembimbing, monitoring, transportasi
peserta. Jumlah itu tentunya jauh dari mencukupi untuk sebuah
kerja 2 bulan.
Saya pernah mengajukan 2 usulan waktu Rapat Kerja Universitas yaitu :
1. Usulan Pertama bahwa
biaya KKN harus dinaikkan men
jadi Rp 250.000, karena biaya 150 ribu
tidak mencukupi untuk biaya KKN, Namun
apa yang terjadi para pimpinan yang
terpelajar itu protes dan keberatan
dan meminta saya menghitung berapa sih idialnya biaya KKN menurut
hitungan akhli ekomoi. Maka sayapun
kemudian meminta bantuan akhli ekonomi
menghitung dan dalam rapat berikutnya
saya membawa hasil hitungan teman
teman Fakultas Ekonomi. Apa yang
terjadi ? Setelah saya menyampaikan
hasil kajian Fakukltas Ekonomi bahwa biaya KKN yang ideal adalah Rp,
650.000 ( bandingkan dengan UNUD
Rp.750,000 dan UGM Rp. 1,5 juta). Ternyata tidak satupun pimpinan yang memakai
hitungan itu, padahal kami disuruh menghitung,
Kesimpulannya apa ? Kesimpulannya
bahwa biaya KKN tetap Rp, 150,000. Lho kalau hasilnya biaya KKN tidak naik,
buat apa rapat berkali kali, dengan uang konsumsi berkali kali, dengan energy
yang terkuras. Betapa tidak efektifnya
pimpinan Unram dalam memutus sebuah persoalan yang strategis. Dalam bahasa Sasak, phenomena pengambilan
keputusan yang muter muter yang tidak hasil disebut : IDDAH. Seringkali rapat di Unram terjadi “ IDDAH : naikkan SPP, didemo turun lagi……dan
seterusnya….menjadi waktu dan tenaga
mubazzir. Sekali lagi ini semua karena
memang pimpinan Unram sering ragu, tidak tegas,
takut dengan bayangan. Akibatnya
banyak keputusan yang terlambat, stagnasi, dan vakum.
2. Usulan Kedua
bahwa mahasiswa yang mau KKN bebas biaya KKN tetapi mahasiswa baru dikenakan tabungan KKN
sehingga dengan menganut prinsip arisan maka
dana mahasiswa baru akan membiayai KKN mahasiswa lama
dengan biaya KKN yang ditabung itu.
Usulan saya ini sebenarnya
sederhana dan cukup populis karena
dengan “ bebas biaya KKN bagi mahasiswa lama
maka Unram akan populer dimata mahasiwa lama yang cendrung kritis dan
demonstratif. Hitung hitungan
sederhanya jika mahasiwa baru berjumlah
8000 orang dengan membayar tabungan KKN Rp, 100,000 (lebih murah dari biaya KKN di seluruh dunia)
, maka dalam setahun akan terkumpul uang
KKN di tabungan Rp. 800.000.000 ( delapan ratus juta rupiah). Jika dalam setiap KKN selama ini dana yang dibutuhkan hanya Rp,
200,000.000 maka setiap tahun akan terdapat
saldo Rp, 200 juta….dan jika saldo ini terus setiap tahun bertambah maka
akan ada dana abadi Unram puluhan
milyar,
Tapi lagi lagi usulan saya ini tidak pernah
direspon, Kenapa ? ya karena
sebahagian pemimpin Unram terkadang
tidak kuat mikir, ndak mau mikir,
ndak mau pusing. Unram lebih kuat
mikirin Koperasi
Pegawai yang hampir bangkrut
atau mikirin kandang rusa yang ada di dalam komplek Unram.
Oleh sebab ke depan Unram harus mulai dan
mau memikirkan nasib Lembaga Penelitian,
Lembaga Pengabdian dan Lembaga Pendidikan sebagai ujung tombak kemajuan Unram
dan barometer pencitraan Unram ke luar.
Harus ada upaya membuat Lembaga Lembaga itu bergairah dan tambah darah
dengan memberinya obat perangsang berupa kucuran dana yang cukup, Dan itu baru bisa terlaksana apabila Unram
dipimpin oleh orang yang punya empati, nurani dan espektasi untuk membesarkan
Lembaga.
(ENAM)
PABRIK GURU YANG
YANG MENGHARU BIRU
Suatu saat saya berdiskusi dengan
teman teman saya dari FKIP yang
bercerita tentang tugasnya yang maha berat
dan maha mulia , yaitu mendidik calon calon pendidik, calon calon Guru, calon Cik Gu ( Bhs Malaysia) yang
akan menjadi harapan masa depan bangsa.
Pendidikan harus di mulai dari lingkungan
, demikian kata teori pendidikan. Agama
Islam juga berkata demikian, bahwa semua orang dilahirkan suci, dan lingkungannyalah yang membuat
mereka menjadi “ majusi “.
Dalam
teori hukum dikenal teori “ condition
sine quanon “ dalam pemidanaan.
Orang menjadi penjahat karena
lingkungannya, dan perbaikan liungkunganlah yang paling utama agar orang bisa
menjadi baik,.
Mendidik guru yang berkarakter dan
berwibawa tentunya harus dalam lingkungan pendidikan yang “
berwibawa dan manusiawi” agar kelak mereka akan menghargai kemanusiaan orang
lain, agar menjadi insan yang berwibawa dan menjadi guru yang pernah merasakan
dihargai.
Kata teman teman saya dari FKIP bahwa
fasilitas fasilitas ruangan kuliah di FKIP dirasakan sangat tidak manusiawi. Dikatakan tidak manusiawi karena dengan
ruangan yang sempit, sumpek, gelap,
panas (tanpa AC)---- membuat para dosen dan mahasiswa harus megap megap
kepanasan sambil berkipas kipas keringat
yang beraroma “ ketiak jengkol
bercampur minyak wangi Kenzo “.
Mereka mengatakan , bagaimana mungkin kami
bisa mengajarkan tentang lingkungan pendidikan yang sehat jika calon guru tidak pernah mencontoh
bagaimana ruangan sekolah yang sehat ( karena di tempat kuliahnya tidak sehat
).
Keluhan dosen ini tentunya
memprihatinkan, karena FKIP sebagai sebuah Fakultas yang paling banyak
mahasiswanya, paling banyak uangnya, paling banyak prodinya, ---kemudian tidak
mampu dibantu untuk memiliki sarana dan
prasaran pembelajaran yang manusiawi ?
Ini berbahaya dan sangat menyedihkan ! Dan ini harus harus diakhiri, Sudah waktunya traged “ Mesuji versi Unram “ ini harus dikaji dan menjadikan FKIP sebagai tempat pabrik Guru yang bermartabat. FKIP harus memiliki cukup ruangan kuliah yang kondusif dengan seluruh sarana belajar yang memadai. Dengan demikian barulah FKIP dapat dikatakan sekolah masa depan untuk masa depan.
Dan
itu harus bisa dilakukan oleh Rektor
yang mengerti makna pendidikan humaniora, rector yang faham basic pendidikan
karakter dan memahami suka duka fakultas
keguruan.
(TUJUH)
AKREDITASI TANPA
IMBALAN ?
Penyakit Unram selama ini adalah “ tidak pernah memberikan penghargaan (
reward_) kepada sebuah unit yang
berhasil meraih prestasi tertinggi.
Acapkali diberbagai pertemuan apakah
Rapat Kerja Universitas maupun Rapat Senat Universitas, Pimpinan Universitas “ mendesak
bahkan memarahi para dekan “ agar bekerja lebih serius agar Program
Studi atau Fakultas bisa meraih
prestasi atau Aktreditasi
sampai A.
Namun dibalik “ desakan dan kemarahan Unram “, pernahkan Unram
berfikir bahwa untuk mengurus dan
mepresiapkan dokumen akreditasi dan kepanitiaannya memerlukan “
pendanaan “ ?
Pengalaman saya sebagai Pembantu
Dekan I dan Dekan di Fakultas Hukum Unram betapa “ perhatian Unram kepada unit unit yang
sedang berjuang untuk memperbaiki nasibnyan melalui pengadaan Jurnal
Terakreditasi maupun Akreditasi
Fakultas ternyata cenderung tidak perduli.
Akibat ketiadaan dana untuk melakukan “ percepatan akreditasi
itu “ maka tidak mengherankan perkembangan akreditasi Fakultas Fakultas di Unram
sangat lambat, bahkan sampai Tahun 2009 masih ada Fakultas yang tidak terakreditasi.
Kemudian, bagaimanakah nasib program studi
yang tekah berhasil meraih Akreditasi, apakah memperoleh penghargaan , bantuan
atau reward agar Fakultas itu dapat tetap mempertahankan prestasi terbaiknya ?
Pengalaman yang saya alami bahwa betapa Fakultas Hukum Unram dengan
kerja keras , pontang panting, lintang pukang
bekerja sekuat tenaga dengan dana yang minim mengupayakan agar Fakultas Hukum Unram mempoeroleh Akriditasi A
dan Magister Tarakriditasi B. Tapi apa
lacur, setelah memperoleh status terbaik, tidak ada satupun apresiasi Unram
dalam memberikan penghargaan kepada unit ini,
Ruangan kuliah yang terbatas, ruangan dosen seperti Kapal Ferry yang sempit dan tidak ada korsi sehingga acapkali
ada dosen yang harus berdiri tanpa
tempat duduk , sarana prasarana yang mendukung perkuliahan sama sekali tidak tersedia secara maksimal untuk “ mempertahankan
nilai Akreditasi A itu “.
Bangunan yang diusulkan empat tahun
lalu ( Tahun 2009) sampai saat ini masih
“ mangkrak “ ditengah hiruk pikuk proyek Unram di tempat lain yang tidak jelas
siapa yang merencanakan .
Pertanyaannya . Masihkah kita mampu menghargai sebuah
prestasi ? Masihkah kelak kita
mempertahankan prestasi itu jika daya dukung tidak dipersiapkan dan diprioritaskan,
Jawabnya TIDAK !
Sekali lagi TIDAK
Sebab mempertahankan prestasi bukan semata
mata tugas Dekan, Tugas Ketua Jurusan, Tugas Ketua Bagian, Tugas Pegawai. Tapi
mempertahankan prestasi dan akreditasi Fakultas adalah tanggung jawab nakhoda Unram yang mampu memberikan “ solar
atau BBM “ kepada Kapal Induk dan Kapal Kapal pendukung dan sekoci
bisa berjalan dan berfungsi.
Rektor harus mampu mempersiapkan
anggaran dan pembiayaan yang cukup kepada unit dan Fakultas agar memperoleh
prestasi yang baik dan mempertahankan prestasi itu secara gagah
berani.
Bahkan jadikan Unram atau Fakultas
sebagai institusi yang berani di datangi oleh team asesor dan bahkan menantang
asesor untuk menilai kualitas Fakultas.
Bukan sebaliknya, acapkali “ kita keringat dingin kalau kedatangan
asesor karena takut kalau asesor memeriksa ruang dosen,
ruang baca Fakultas, ruang kuliah, dan sebagainya yang masih kurang layak. Tapi kita berusaha bermain sulap, jumpalitan, putar akal agar semua ruangan terkesan kondusif dan labolatorium terkesan “ hebat “, dan semua
terkesan asri meskipun sebenarnya “ mark
up “ bagaikan wajah janda tua yang dilipstick agar terkesan cantik dan bahenol dan layak jual.
Nah
kedepan. Unram membutuhkan rektor yang
perduli kepada nasib Fakultas dalam memperjuangkan mutu dan kualitasnya dengan mempersiapkan
dana dan biaya untuk seluruh aktifitas
akreditasi.
Bung…Jangan mimpi seperti hasil RKT di
Hotel Jayakarta tanggal 8
s/d 10 Desember 2012 yang mencanangkan 50 % program studi di Unram Tahun 2015 akan memperoleh A dan sisanya akan memperoleh B.
Atau
justru akan terjadi sebaliknya
? yang memperoleh A akan menjadi
B, dan yang memperoleh B akan menjadi C….karena
mempertahankan prestasi lebih sulit daripada meraih prestasi. Untuk itu Unram butuh penghargaan yang super perduli kepada program
studi yang telah berhasil terakreditasi A dan B
untuk diberikan dana yang lebih besar.
(DELAPAN)
LABOBARORIUM YANG MAHAL
TIDAK TERAKRIDASI
Pada
tahun 2005
saya pernah menjadi Team Independen Pemantau Dampak Lingkungan bersama
para pakar disiplin lain di Unram yaitu Prof.Dr
Agil Al Idrus, Msi, Dr Rosiadi
Sayuti, Dr Suryahadi, Dr
Karnan, Dr Mahruf. Team ini diangkat
oleh Gubernur NTB untuk melakukan kajian terhadap dampak lingkungan PT.NNT yang saat itu diisukan kalau limbahnya (
Tailing) mengandung zat yang berbahaya
(mercury) dan mengancam keselamatan biota laut.
Kerja team ini luar biasa, dan secara
independen disediakan biaya untuk melakukan uji coba laboratorium dengan dana
yang cukup besar.
Ketika dalam suatu perjalanan ke
Scofindo Surabaya dan Serpong Jawa Barat untuk melakukan uji laboratorium, salah seorang team berkeluh kesah pada saya. Seandainya
Laboratorium yang ada di Unram
telah terakraditasi , maka Team tidak perlu berangkat ke luar untuk
melakukan analisis hasil ini, jika alat alat labolatorium Unram sudah mampu melakukan uji
lab dengan alat alat yang dimiliki
Unram.
Permasalahannya , mengapa setiap Uji
Lab yang dilakukan PT.NNT atau perusahaan besar lainnya tidak memakai
Laboratlorium Unram ? Jawabanya
sederhana, yaitu Lab Lab Unram yang mahal
itu tidak terakreditasi. Padahal sarat uji Lab
, baru diakui hasilnya jika dilakukan oleh Laboratorium yang
terakreditasi.
Belajar dari kasus di atas, dari sisi
akademis Lab. Unram belum dipercaya untuk
melakukan Uji Lab yang diakui secara nasional oleh
perusahaan besar yang membutuhkan analisis laboratorium. Dampak ikutannya bahwa Unram telah kehilangan sumber sumber
pendapatan yang luar biasa besar jika Lab itu terakreditasi.
Pertanyaannya, sampai kapan kita harus membiarkan Lab Lab Unram
hanya sekedar Lab yang lokalan ? Tidak
adakah menggelitik pimpinan Unram melakukan upaya memberdayakan Lab Lab Unram
sebagai salah satu institusi yang
mendatangkan pendanaan bagi Unram.
Di tengah persaingan dan globalisi,
maka Unram sudah waktunya berfikir kritis, obyektif dan prospektif untuk
mengangkat Laboratorium yang ada (yang ada di berbagai Program Studi dan
Fakultas) menjadi laboratorium diakui secara nasional dan Internasional melalui
upaya akreditasi Lab.
Percuma kita memiliki Lab yang mahal
dan canggih….tapi belum terakreditasi atau bersertifikasi. Kalau Unram hanya sekedar punya Lab…maka
nasibnya sama saja dengan lab lab PTS
bahkan Lab SLTA yang ada.
(SEMBILAN)
MAHASISWA
BERJASA TAPI DI DROP OUT
Unsur Tri Dharma
Perguruan Tinggi adalah Dosen,
Karyawan dan Mahasiswa.
Dari sini jelaslah bahwa peran
mahasiswa dalam turut serta memajukan kampus
sangat strategis.
Keberadaan UKM, UKF, DPM dan BEM
haruslah menjadi bagian pengembangan kampus.
Unram membutuhkan mahasiswa,
begitupula sebaliknya Mahasiswa membutuhkan Unram. Sinergitas itu harus saling menguntungkan
dan saling membawa manfaat. Tidak boleh
kehadiran mahasiswa merugikan dan mencoreng nama baik lembaga. Begitupula sebaliknya, tidak boleh
Unram merugikan mahasiswa yang berjasa dan mengangkat nama baik Lembaga.
Kisah sedih dibawah ini adalah cermin
bagaimana Pimpinan Unram dan pemangku kepentingan tidak pernah menghargai jasa
mahasiswa dan tidak perduli nasib mahasiswa yang telah mengabdikan kemampuannya
untuk almamaternya, Tapi Ironisnya mahasiswa tersebut harus di Drop Out !
Salah seorang mahasiswa bernama Devin
Sanjaya ( mhs bukan Fakultas Hukum Unram)
datang kepada saya mengadu tentang nasibnya yang diancam Drop Out karena
“ nilai akademiknya tidak maksimal
akibat sering meninggalkan kampus mewakili Unram dalam lomba lomba seni suara
dalam tingkat local sampai Peksiminas ( dan berhasil menjadi juara).
Karena sering “ diutus itu” maka
tentunya waktu kuliah menjadi kurang, absen menjadi berkurang, dan terkadang
sewaktu ujian tidak bisa ikut karena berada di luar daerah. Akibatnya sudah tentu nilainya tidak
maksimal dan terancam Drop Out.
Dan ketika nasibnya diadukan ke pihak
terkait di Unram, semua lepas tangan dan tidak ada satupun yang melakukan
pembelaan dan bersedia membantunya, sehingga yang bersangkutan “ drop out “,
dan saya berusaha membantu untuk memindahkannya di satu PTS di
NTB.
Pengalaman di atas memberikan gambaran
bagi kita bahwa kita sama sekali tidak
memiliki komitmen untuk menjadikan
mahasiswa sebagai mitra dalam memajukan Unram dan bersenergi secara positif. Kita tidak memiliki perhatian
khusus kepada mahasiswa yang berjasa pada Unram untuk “ hanya memberikan
bantuan sekedar tidak men drop out dan membolehkan mereka terus kuliah dengan
dispensasi khusus.
Oleh sebab itu , ke depan Petinggi Unram
harus menunjukkan komitmen yang kuat kepada potensi mahasiswa yang berprestasi
membawa nama baik Unram untuk diberikan penghargaan kepada mereka yang
berprestasi non akademik. Mari kita
belajar kepada IKIP Mataram yang
memberikan perlakukan istimewa kepada mahasiswanya yang berpestasi nasional
sehingga mahasiswanya merasa “ di orangkan “.
Pernahkah Unram memberikan
penghargaan bagi mahasisnya “ yang mau
berangkat berlaga mewakili Unram dan kembali dengan membawa prestasi diberikan
bantuan pembiaan atau sejenisnya….Silahkan Tanya hati nurani kita. Banyak
para atlet dan artis Unram yang kecewa karena lembaganya tidak meghargai
prestasinya.
Suatu kali ada seorang mahsiswa Unram
yang kebetulan menjadi penyiar
Radio ditempat saya
pergi berkompetisi membawa nama Unram
berpamitan kepada saya dan saya meberikan sekedar uang “ permen “ ( yang tidak perlu saya sebutkan
jumlahnya). Sang mahasiwa bercucuran
air matanya “ sembari berucap…..kenapa bapak yang harus memberikan saya amplop ini, sedangkan
lembaga yang saya wakili tidak memberikan saya apa apa ?
Jika Unram mau lebih dikenal karena
prestasi akademik dan prestasi non akademik maka diperlukan perhatian yang
sungguh sungguh dari Rektor terhadap
para atlit dan seniman Unram agar sukses. Mahasiswa Unram ini sungguh luar biasa
potensinya, baik dibidang seni , budaya dan olah raga. Hanya saja Unram tidak tahu para Mahasiswanya
menjadi competitor ditingkat
nasional sebagai penyanyi, sebagai
pragawati, sebagai pemain music dan
sebagainya.
Ke depan tidak boleh ada “ Devin Devin
“ lain dikorbankan setelah tenaga, waktu dan biayanya dikorbankan untuk Unram,
tetapi Unram tidak memberikan apa apa kepada mereka,
(SEPULUH)
FAKULTAS
KEDOKTERAN YANG KURANG DANA ?
Unram
memiliki Fakultas Kedokteran sebagai salah satu Fakultas yang paling
Favorite karena disamping “putra putra NTB tidak perlu jauh jauh ke luar sekolah dokter,
juga relative biaya di Fakultas Kedokteran Unram paling
murah di Indonesia (bahkan dunia).
Dulu
ketika pertama kali didirikan, partisipasi Pemerintah Daerah ( Propinsi dan
Kabuparen/Kota) cukup besar dalam
membantu pendanaan dengan menganggarkan ke APBD. Tapi hampir
3 tahun berjalan Pemda tidak lagi
mengucurkan anggaran ke Fakultas
Kedokteran disebabkan oleh beberapa hal
:
1. Memorandum
of Understanding (MOU) antara
Pemerintah Daerah dengan Unram yang menyangkut Fakultas Kedokteran telah lama
berakhir dan kita membiarkan berakhir sehingga tidak ada lagi kewajiban moril
dan yuridis untuk membantu Unram;
2. Tidak ada kejelasan konpensasi yang akan
diperoleh oleh Pemda dengan pengucuran
dana APBD tersebut sehingga
membuat Pemda tidak merasa penting mengucurkan dana tanpa ada kejelasan
konpensasi;
Akibatnya bahwa Fakultas
Kedokteran Unram cukup kesulitan untuk
melaksanakan proses pembelajaran secara maksimal dengan dana yang
terbatas, lebih lebih sarana prasarana yang dimiliki Fakultas Kedokteran berupa
alat alat laboratorium masih terbatas.
Oleh sebab itu harus ada
keberanian dari Pimpinan Unram untuk
menarik sumbangan dari Orang Tua Mahasiswa guna menutupi kekurangan itu. Karena dengan SPP yang kecil ( 25 s.d 40 juta)
dan SPI yang berkisar Rp. 50 juta
(sekali bayar) tentu tidak akan
mencukupi bagi Fakultas Kedokteran
melaksanakan programnya.
Coba bandingkan dengan UNUD
dan UNAIR berapa besar sumbangan yang
ditarik dari mahaskiswanya. Kalau mereka berani menarik Rp, 150 s/d Rp.200 juta, kenapa kita tidak berani meniru mereka. Menurut aspirasi yang saya serap , bahwa
rata rata calon peserta Tes di Fakultas Kedokteran bersedia secara
sukarela memberikan sumbangan
diatas Rp. 150 juta jika meraka diterima.
Kita takut ditegur “ pusat “ jika
Unram menarik SPI ke mahasiswa
terlalu besar. Ho ho ho kalau
takut, maka harus dicari system agar
penarikan itu bukan ditarik Unram.
Buat Yayasan Orang Tua Mahasiswa, urus akta, syahkan ke Menteri
Kehakiman, urus NPWP yayasan….!
Maka lembaga itu syah dan boleh menarik
sumbangan dan hasilnya di
hibahkan ke Unram….Beres.
Tapi kenapa kita tidak
melakukan itu ? Karena Unram memang terkenal PENAKUT.
Sekali lagi PENGECUT, atau krisis KIAT.
Maka kedepan dibutuhkan Rektor yang
TIDAK PENAKUT, TIDAK PENGECUT dan
Punya Kiat dan GIAT membantu Fakultas
Kedokteran agar keluar dari kesulitan pendanaan.
(SEBELAS)
PERENCANAAN UNRAM TANPA
PERNAH DIBAHAS DI
SENAT
UNIVERSITAS ?
Sebagaimana diketahui bahwa membangun Unram harus dilakukan perencanaan
yang matang dan menyeluruh, serta di
landasi oleh aspirasi dari bawah ( kebutuhan Fakulktas dan Unit Unit). Untuk itulah keberadaan Team Perencanaan baik di tingkat
Fakultas dan Universitas menjadi sangat strategis.
Pertanyaannya ialah siapakah yang melakukan pengawasan dan legalisasi atas
hasil kerja team Perencanaan ?
Selama 12 tahun saya menjadi anggota
Senat Unram, tidak pernah saya mendengar dokumen perencanaan Unram (program
Tahunan dan Perencanaan Anggaran Tahunan di bahas di Senat).
Akibatnya , Senat sebagai lembaga
normative tidak mengetahui apa dan
sejauhmana perencanaan Unram direalisir dan apa yang menjadi kendala.
Dalam praktik, dokumen perencanaan
Unram yang sudah disusun dan
diinventarisir oleh Team Perencanaan, tanpa
pernah disampaikan ke Senat Universiatas, kemudian di bawa ke Pusat. Dan entah benar atau salah, tiba tiba apa
yang telah matang direncanakan masing masing Fakultas terkadang “ menguap dan menghilang “. Dan
terkadang muncul kegiatan dan program yang tidak pernah direncanakan
yang bukan menjadi skala prioritas.
Siapakah yang salah jika Program yang
sudah direncanakan tidak turun dananya ?
Apakah kesalahan Team perencanaan
atau kesalahan Pimpinan
Universitas ?
Tidak pernah ada penjelasan yang
memuaskan. Paling maksimal yang bisa
diterima oleh “ kita “ bahwa pusat tidak menyetujui dan mencoret program
tersebut. SELESAI,
Persoalannya apakah memang benar “ pusat tidak menyetujui program program yang diajukan oleh Fakultas,
ataukah memang kita tidak punya
kekuatan lobby dalam “upaya untuk
memperjuangkan perencanaan itu ke pusat
“. ?
Saya lebih setuju memilih kata : kita
kurang loby dan kurang maksimal untuk memperjuangkan
program dan anggaran dari pusat sehingga “ kita lebih suka
nerimo apa adanya “.
Soal
“ loby meloby “ dan menjalin silaturahmi dengan orang
pusat kita harus belajar dengan Prof Mansyur Ma’shum, Phd dan jajaranya ketika
beliau menjadi rector. Tidak ada
masalah yang sulit diselesaikan dengan pendekatan silaturahmi. Inspektorat pusat dan jajarannya sangat enjoy kalau bertugas ke Mataram,
karena Prof Mansyur pasti akan menerima tamu tamu pusat di rumah dinas dengan makan bersama, nyanyi
bersama, dan bincang bincang santai.
Lagu “ Burung Dalam Sangkar (
Prof Mansur), Lagu Broery oleh Pak Edy (Pr II kala itu),
lagu ANI Rhoma Irama (oleh Pak Amir
PD II Fak Hukum Unram) dan Lagu
lagu PADI oleh Dr Sudirman ( Mantan Dekan Fak Pertanian) , Lagu Jatuh Bangun
oleh saya sangat berkesan bagi tamu tamu pusat untuk merajut
silaturahmi dan dengan demikian hubungan Unram dengan aparat Dikti sangat baik.
Meskpun suara para penyanyi dadakan itu pas bandrol. Sedangkan
dekan dekan yang lain dan pejabat Unram lainnya yang tidak bisa nyanyi cukup menjadi pemirsa dan bertepuk tangan keras keras seperti
pendukung “ Indonesian Idol “.
Kondisi itu sekarang telah sirna
sehingga membuat pejabat pusat merasa tidak dihargai jika datang ke Mataram,
dan akibatnya keluh kesah dan “ kejengkelan “
aparat pusat ditumpahkan kepada teman teman dalam bentuk berbagai
kesulitan yang dirasakan dalam mengurus berbagai kepentingan ke Pusat.
Rumah Dinas Rektor yang dulu sering “
sumringah karena sering diadakan
silaturahmi dengan berbagai forum kumpul kumpul dan komunikasi “. Kini rumah dinas terlihat sangat angker
ibarat “ tempat jin beranak dan tempat arwah kuburan di sebelah baratnya
berwacana dengan alam akhirat “,
Kondisi ini harus
di akhiri. Pemimpin Unram ke depan harus kembali merajut komunikasi dan silaturahmi dengan pejabat
pusat dengan baik agar perjuangan Unram
dalam merencanakan apa saja akan bisa lancar
dan berhasil.
Pejabat pusat
yang datang ke daerah tidak memerlukan uang atau dikasi uang, karena mereka sudah punya uang. Yang mereka butuhkan adalah ditemani ketika berada di Mataram. Dan yang bisa menemani adalah pejabat Unram
yang mampu berkomunikasi dengan hati, pikiran, perasaan dan ucapan. Mereka tidak butuh wajah yang “ cuek apalagi judes. Apalagi wajah yang menemani sudah jelek wajah…jelek pula
hatinya. Stop Stop.
Unram kedepan harus lebih luwes, lebih gemulai dan lebih
piawai memperlakukan siapa saja yang akan berkunjung ke Unram agar mereka terkesan akan keramah tamahan itu.
(DUA
BELAS)
RUSUNAWA
sampai HELER QUO VADIS
Entah bagaimana
“ sejarahnya “ dan riwayatnya, tiba tiba ada Rumah Susun Guna Sewa atau bisa juga diartikan Rumah Susun Untuk Mahasiswa. Nama tidak –penting seperti kata Machiaveli…apa arti sebuah nama, Tapi yang
penting untuk diketahui bahwa RUSUNAWA ini berada di tengah kampus, Entah kecelakaan apa yang membuat dibangunnya
RUSUNAWA di tengah kampus. Sementara di tempat tempat
lain RUSUNAWA letaknya di luar kampus.
Tidak terbayangkan,
seandainya RUSUNAWA ini telah berfungsi
dan dihuni maka betapa hiruk pikuk, centang perenang, dan sedikit gaduhnya kampus ini, Jemuran jemuran warna warni handuk, celana
dalam, BH akan berkibar seperti bendera
PBB. Dan sudah tentu berbagai jemuran akan berjumbai dari lantai 3 gedung itu.
Tapi untung
gedung itu belum di huni karena belum ada sarana yang menunjang untuk dihuni,
baik itu berupa tempat tidur, Almari, Meja, Korsi dan lain lain.
Nasi sudah jadi
bubur, RUSUNAWA sudah
berdiri, tidak mungkin kita robohkan,
karena merobohkan bangunan Negara
tanpa hak dapat diancam pidana.
Pertanyaanya yang menggelitik ialah , kenapa belum ada
sarananya, dan kapan mulai dihuni, bagaimana cara menentukan penghuni , berapa
sewanya dan sebagainya,
Rusunawa itu tidak
perlu “ lama menganggur
seandainya kita punya terobosan untuk berani melakukan seleksi mahasiswa
yang tinggal di
tempat itu asalkan dilakukan
dengan professional.
Dalam suatu diskusi dengan para tokoh Unram saya
mengatakan bahwa terlalu mudah untuk membeli sarana prasarananya
dengan tidak usah membebani dana Unram.
Contoh sederhana bahwa Kos kosan di dekat kampus yang
sederhana biasa di sewa oleh mahasiswa
Unnram dengan harga Rp, 300.000 / bulan
atau dengan Tarif Rp, 3.600.000/ tahun.
Maka dengan membuka secara kompetitif calon penghuni
Rusuwasa maka tahun pertama telah terisi sarana prasarana dengan memakai uang sewa mahasiswa. Tahun
tahun berikutnya akan terkumpul dana sewa
Rusunawa untuk kepentingan
lembaga ( gaji Scurity, Cleaning Serevice
dll)
Kenapa itu tidak
dilakukan ? Jawabnya seperti yang saya kemukakan di
depan bahwa Unram kurang memiliki keterampilan mengelola “ segala fasilitas yang dimilikinya dengan
pendekatan Bisnis “.
Unram memiliki asset disana
sini berupa tanah yang strategis (dipinggir Jalan ) tapi tidak jelas
hasilnya. Seperti tanah
yang berada di Sayang Sayang. Andaikata saya
jadi rector Unram maka saya jadikan asset yang tidur itu sebagai tempat
“ Restoran Unram “ dengan menu menu yang
diracik oleh mahasiswa jurusan D3 Tata Boga Fakultas Ekonomi Unram, Kita suruh Fakultas Ekonomi dengan
mahasiswanya yang hebat hebat di bidang menejemen mengelolanya. Ketimbang saat
ini dibuat “: heuler dan kandang
ayam…..memprihatinkan.
Sekali lagi seluruh asset Unram haruslah dikelola secara
professional baik sebagai tempat lab
maupun tempat bisnis.
Unram punya Fakultas Peternakan dengan para
akhlinya, dan punya lahan yang
sangat luas di Lingsar. Pertanyaannya
APA HASILNYA ?
Secara akademik hasilnya telah dinikmati sebagai tempat laboratorium. Tapi akan lebih “ hebat apabila lahan itu juga bisa
difungsikan sebagai lokasi memelihara kambing
dan sapi secara professional yang hasilnya bisa dijual setahun sekali untuk
keutuhan Hewan Qurban atau konsumsi masyarakat. Dengan demikian program Bumi Sejuta Sapi bisa digalakkan oleh kampus.
Rektor Unram kedepan harusnya memberikan modal dan menganggarkan
dan memberikan dana yang cukup bagi Fakultas Peternakan untuk mengelola lahan
itu, bukan hanya “ menyerahkan dan
membiarkan Fakultas Peternakan berjalan sendiri dengan keterbatasannya.
Fakultas tehnik…..sangat
memprihatinkan karena sarana prasarana
labolatiorium yang dimiliki sangat
sangat minim !
Padahal kita ketahui, bahwa Fakultas Tehnik dihuni oleh orang orang hebat
dengan berbagai keahliannya, Fakultas ini memiliki mahasiswa yang sangat potensial untuk praktik, jika
disediakan sarana tempat praktik.
Tapi sayang….perlakuan kita terhadap Fakultas ini tidak
maksimal bahkan nyaris kurang tersentuh.
Andai saja Unram
mebelikan Fakultas Tehnik ini RUKO
atau Lahan sekitar 10 Are di
Sekitar Cakra, Sweta, Jalan
Lingkar Selatan, atau Lingkar Utara. Kemudian dibuatkan sarana perbengkelan
yang akan dikelola oleh Dosen dan Para Mahsiswa sebagai bagian integral
proses belajar mengajar sambil
berbisnis. Maka berapa penghasilan yang diraup oleh lembaga ini.
Bayangkan saja setiap tahun, seluruh kendaraan di Unram
selalu mengalami service dengan
anggaran dana tidak kurang dari ratusan juta.
Nah kalau biaya service dan perawatan itu diserahkan ke
Bengkel Fakultas Tehnik maka betapa uang
Unram tidak perlu mengalir ke bengkel bengkel yang tidak jelas selama ini,
Gagasan saya
ini pernah ditentang oleh salah seorang
jajaran di Unram dengan mengatakan bagaimana mungkin kita bisa buat kwitansi
SPJ kalau dibuat oleh Fakultas Tehnik ?
Saya katakan…… hey Bung….Unram itu punya PT dengan nama
PT. Lotus yang sahamnya dimiliki oleh dekan dekan Fakultas, Nah suruh PT Lotus itu mengurus SIUP,
NPPWP, dll yang bergerak dibidang
perbengkelan sebagai bagian perluasan usaha maka selesai masalah.
Masalahnya :
1. Banyak pejabat Unram yang tidak tahu ada Badan
Usahanya yang bernama PT, Lotus ;
2. Banyak
pejabat Unram yang tidak ingin PT Lotus
milik Unram bisa berkembang dan hidup.
Kita lebih senang jika pekerjaan pekerjaan ( proyek) yang semestinya bisa melalui penunjukan
langsung untuk PT Lotus tapi mengalir ke perusahaan lain . Entah apa sebabnya.
Maka
ke depan Unram harus memberikan perhatian kepada masing masing Fakultas dan
Badan Usaha milik Unram untuk diberikan kepercayaan bergerak membuka usaha dan
sekaligus sebagai media praktik mahasiswa.
(TIGA BELAS)
KAMPUS
YANG KURANG AMAN ?
Tahukah anda
berapa rata rata kendaraan Roda 2 yang hilang setiap bulan di Unram ? Menurut informasi yang sahih bahwa angka kehilangan sepeda motor di Unram rata
rata 2 buah perbulan, Ini cukup pertanda
bahwa Kampus Unram kurang aman,
Bahkan bukan saja kendaraan roda 2 yang hilang, Speda Ontel milik dosen dan
mahasiswa bisa hilang dalam hitungan menit,
Perdebatan pengamanan kampus sejak lama menjadi
perdebatan dan berbagai rekomendasi
telah diberikan tapi tidak mampu dilaksanakan secara baik.
Percuma saja kampus diberikan pembatas masing masing Fakultas kalau tidak mampu
memberikan keamanan dan kenyamanan.
Betapapun kampus dipagar
kalau tidak ada petugas yang
menjaga maka keamanan tetap tidak maksimal.
Maka solusi yang
paling efektif untuk menjaga dan meberikan rasa aman ialah dengan menyediakan
tenaga parkir bertugas di pintu keluar
masuk masing masing dengan system ticketing,
Setiap kendaraan yang masuk harus diberikan tiket dan
dikembalikan ketika mereka mau keluar.
Hal itu bisa terlaksana apabila tersedia anggaran yang cukup untuk
mengangkat tenaga parkir di masing masing Fakultas.
Kalau ector tidak mau melaksanakan karena tidak sempat
mikir soal parkir, maka serahkan soal
parkir ini ke unit usaha jasa keamanan dan perparkiran kampus, dan ajak BEM
masing masing Fakultas bermusyawarah.
Contoh : setiap hari jumlah mahasiswa Fakultas Hukum Unram yang kuliah rata rata
1000 orang, Nah jika mahasiswa dikenakan biaya parkir 2000 rupiah sebulan maka
terkumpul uang 2 juta rupiah,
Uang yang 2 juta
itu sisihkan 1 juta rupiah untuk honor bulanan 2 tukang parkir maka akan
tersisa 1 juta rupiah diserahkan BEM sebagai dana operasional BEM. Nah BEM mana yang tidak mau dikasi uang
operasional 1 juta sebulan……pasti mau, daripada speda motor hilang. Praktik seperti ini akan mudah dilaksanakan
di FKIP dan FE dan FT yang mahasiswanya banyak.
Sedangkan bagi masiswa kedokteran…..uang parkirnya di
besarkan karena dihuni oleh orang orang kaya.
Dan untuk Fakultas yang sedikit mahasiswanya maka Rektor harus
menganggarkan masing masing Fakultas 12 juta setiap tahun…..kecil kecil ndak seberapa.
Cara cara seperti itu harus mulai dilakukan untuk
memberikan rasa aman kepada mahasiswa yang kuliah, sebab jika tidak, mahasiswa
tidak konsentrasi dalam kuliah karena memikirkan nasib speda motornya yang akan
hilang.
(EMPAT BELAS)
RAPAT KERJA
TAHUNAN ……..GILA ?
Dalam Filsafat
Ilmu ada
4 jenis “ TAHU
“ , yaitu :
1.
Sangat
Tahu terhadap yang di Tahu ( Sang Pencipta)
2.
Tahu
terhadap yang dia Tidak Tahu ( Ilmuwan)
3.
Tidak
Tahu atas apa yang dia Tahu (Orang Tidur)
4.
Tidak Tahu atas apa yang ia Tidak Tahu (Orang Gila)
Maka proses untuk
menjadi tahu itu harus dengan
belajar dari orang yang tahu, dan jangan
belajar dari orang yang Tidak Tahu.
Maka dalam setiap musyawarah dan rapat, patutlah didengar pendapat orang yang lebih
tahu, bukan mendengar orang yang
tidak tahu, sedikit tahu apalagi tidak tahu.
Dalam
ilmu hokum juga
ada asas “ nullus testis ulus testis “,
satu pendapat dari orang yang
tahu, bukanlah saksi. Janganlah
mengajak orang yang tidak tahu sebagai
saksi ( de auditu). Yang
paling tepat itu ajaklah orang
yang “ mengalami langsung, mendengar
langsung, menyaksikan langsung
dan merasakan langsung persoalan itu,
Itulah prinsip hokum.
Nah sangat
menarik jika menyaksikan
Rapat Kerja Tahunan (RKT) Tahun
2012 yang bertempat di Hotel Jayakarta tanggal 9
sampai 11 Desember 2012. Menarik
bukan karena tempat di Hotel Berbintang dengan biaya yang cukup besar.
Menarik karena orang yang “ TAHU “
tidak diikut sertakan dalam
RKT tersebut.
Tentunya salah
satu pihak yang TAHU tentang isi
jeroan Program Magister (S2) adalah para ketua dan sekretaris Magister.
Karena dialah yang setiap saat berhadapan dengan persoalan proses belajar
belajar dan keuangan. Merekalah yang
lebih tahu apa kendala dan bagaimana
sejatinya yang harus dilakukan ke
depan tentang Magister. Merekalah
yang setiap saat dihujat oleh dosen karena
keterlambatan pembayaran honor.
Rektor, pembantu rektor,
Direktur Pasca…..tidak TAHU itu semua, bahkan mungkin acapkali tidak
pingin TAHU kesulitan para pengelola. Pertanyaannya ialah :
bisahkan kita (Unram ) menyusun
program kerja yang baik tanpa
mengajak orang yang TAHU. Atau
bisakah menghasilkan sesuatu perencanaan
valid yang jika dihadiri oleh orang yang TIDAK TAHU masalah.
Nampaknya
memang telah terjadi “ distorsi berfikir “
dari penyelenggaran RKT Unram,
yang mungkin sengaja tidak
mau mengajak orang yang TAHU
masalah karena :
1. TAKUT
dikritik habis habisan akibat pelayanan yang buruk dari Unram terhadap
program Magister sebagaimana RKT tahun
2011;
2. Unram
TAKUT dikuliti sampai akar akarnya oleh
Pengelola Magister akibat amburadulnya menejemen di Rektorat;
3. Unram TAKUT ditelanjangi sampai kudis kudisnya dan
borok boroknya jika para pengelola S2 dan
Non Reguler diundang.
Maka
cara paling aman seperti gaya ORDE BARU adalah dengan membungkam para pengelola S2
dan Non Reguler sehingga tidak bisa
menyelurkan aspirasinya secara baik.
Nah justru yang terjadi, seperti kata Dekan Dekan yang hadir dalam satu komisi ,
maka Pembantu Rektor IV mencoba menggurui para Dekan dalam menyusun,
menata dan menatap masa depan Unram dan
masa depan Fakultas. Tentu para dekan
merasa “ jengah “, karena yang lebih tahu tentang Fakultas adalah para dekan, dan yang lebih tahu
tentang merencanakan Unit adalah para
ketua unit. Mereka tidak perlu digurui dan diajari. Mereka
hanya perlu “ diminta pendapat, diminta saran, diminta kejernihan
pikiran “ yaitu kemana arah dan rencana
masing masing Fakultas dan Unit jika mau
menuju Unram yang berwibawa.
Budaya
“ menggurui dan sok tahu “ inilah
yang sekarang terjangkit pada jajaran rektorat
sehingga menganggap orang lain
ndak ada apa apanya, menganggap Fakultas
Fakultas adalah” subordinat alias bawahannya
yang bisa diperlakukan seenaknya dan semaunya. Budaya
“ sok pinter “ inilah yang
membuat timbulnya kurang penghargaan
pada Unit Unit sehingga apa
yang diusulkan oleh masing masing unit sering tidak berhasil karena
dianggap tidak relevan, dan yang
dianggap relevan adalah apa yang dianggarkan rektorat.
Selain budaya “ menggurui” maka ada lagi budaya lain yang menjangkiti
Unram yaitu budaya “ berkelit alias
menghindar alias ngeles “ dari
kesalahan. Selalu saja ada kambing
hitam (padahal manusia) yang disalahkan jika terjadi kekeliruan. Selalu saja “ bawahan yang disalahkan jika terjadi “ masalah “,
padahal dalam ilmu organisasi , menejemen dan ilmu hokum”, bahwa yang bertangung jawab atas kekeliruan dalam unit organisasi
adalah “ atasan”.
Suatu kali ketika saya menjadi Ketua LPM, uang LPM
dicairkan oleh tanpa sepengetahuan saya sebagai ketua. Dan baru saya tahu uang itu sudah habis
tiga bulan kemudian. Atas tragedy itu maka saya melakukan protes ke
rektorat, yaitu mengapa Bendahara Unram
bisa mencairkan uang tanpa sepengetahuan saya.
Dengan enteng bendahara menjawab
“ karena saya di telpon oleh seseorang
untuk mencairkan ! Pertanyaannya,
bolehkah seorang bendahara mencairkan uang hanya karena ada telpon seseorang ? Terlalu
banyak kasus yang muncul dan terjadi di Unram akibat tidak adanya apa
yang dinamakan “ Standar Operasional
Pelayanan ( SOP) atau Standar Pelayanan Mininimal (SPM) atau Standar Pelayanan Maksimal (SPM). Akibat tidak adanya SOP itu maka tidak
ada kepastian, kapan sebuah palayan harus tuntas. Misalnya butuh berapa
lama Rektor harus menerbitkan sebuah Surat Keputusan (SK) sebagai dasar pembayaran honor . Nah dalam pengamatan saya, rata rata SK yang dibuat oleh Rektor memakan waktu 2
bulan sehingga berdampak pada lambannya pencairan honorarium dosen. Dalam satu rapat yang dipimpin oleh Pembantu
Rektor II, saya pernah protes dan menyatakan kalau hanya membuat Surat
Keputusan kalau diserahkan pada saya dan Fakultas Hukum saya hanya butuh 1 jam,
tidak perlu membutuhkan waktu 2 bulan.
Tapi lagi lagi “ ilmu kambing hitam dikeluarkan oleh Unram dalam membela
diri atas segala keterlambatan itu”.
Kembali kepada
cerita RKT ( Rapat
Kerja Tahunan) , sekali lagi saya
ingin mengatakan bahwa tidak ada perencanaan yang matang dan mantap di Unram
karena ketika menyusun segala perencanaan tidak diikuti secara serius oleh yang
bekepentingan . Bagaimana mungkin sebuah perncanaan “ pengembangan magister
“ jika
para pengelola magister tidak diajak
ikut merancang tentang masa depannya.
Bagaimana mungki “ orang lain “ yang akan merancang masa depan saya ?
Ini benar benar gila, benar benar bahlul kata orang Arab !
Bagaimana mungkin
orang yang TIDAK TAHU akan merancang sesuatu yang dia TIDAK
TAHU….,maka ini sudah GILA.
Tentunya dalam kegilaan ini, ada yang salah , tapi entah siapa yang salah ! Yang salah bisa panitia penyelenggara, yang salah bisa pak Asis yang biasa anter
undangan ( sehingga Prof Qazuini harus
hadir dalam rapat senat padahal beliau
sudah dipecat jadi Senat), yang salah bisa
jadi tangan tangan halus yang memberikan doktrin agar para pengelona
S2 dan Non Reguler tidak perlu diundang.
Tapi bagi saya yang salah ialah MENGAPA HANYA
SEKEDAR RAPAT KERJA harus di hotel yang biayanya puluhan juta rupiah dan
bahkan ratusan juta rupiah. Di tengah
tengah keadaan yang “ katanya
Unram kesulitan anggaran “ kok
tega teganya rapat di hotel. Tidak bisakah rapat itu diadakan di kampus
? Apa
hasil di hotel lebih bagus
daripada rapat di kampus “. Oh TIDAK JAMINAN.
Rapat di Kampus akan lebih baik
hasilnya sepanjang dilakukan dengan semangat kebersamaan, jika
dibangun dengan semangat silaturahmi
(BUKAN PERMUSUHAN), jika dilandasi
oleh rasa persaudaraan dan ihtiar
untuk membesarkan Unram bukan rapat
pilih kasih.
Andai saya jadi Rektor, maka dana RKT itu saya pakai
untuk Rapat Kerja Tahunan di Kampus dan segala biaya hotel Jayakarta itu
saya pergunakan untuk memberikan
honorarum sebesar besarnya kepada Team Perumus dan Para Peserta agar lebih bergairah. Dan kondisi rapat yang bergairah itulah akan
lahir hasil yang “ memuaskan “. Orang
yang rapat sambil
tidur karena tidak bergairan
tidak akan menghasilkan perumusan dan perencanaan yang baik.
Bagian Keuangan Unram selalu berkelit, tidak bisa kita memberi honor
yang besar Pak, karena ada standar honorarium.
Oh tuan tuan yang
goblok….banyak cara untuk melakukan pembayaran atau penghargaan
agar tidak dianggap memberikan honor berlebihan. Misalnya beli Tas
seminar , blok note, ditambah fulpen Parker yang harga lima juta, dan isikan dengan
arloji tangan merek SEIKO harga lima juta …beres. Gitu aja kok repot. Kalau itu masih dianggap pelanggaran, maka dana
RKT belikan ribuah nasi
bungkus dan bagikan kepada anak yatim,
Insya Allah doa anak yatim itu akan lebih didengar Allah untuk Unram, ketimbang doanya orang orang di hotel.
Ada
cerita menarik dari teman saya
yang ikut RKT ( tidak usah saya sebut namanya)
, saya menelpon dia “ hallo pak, sedang dimana, kemudian dijawab : saya sedang ke RKT…! Lho apa bapak tidak ikut ke Bupati Lombok Tengah untuk rapat Team Akhli , Tanya saya !
Dengan
sigap temen saya menjawab “….ya
ya pak, saya akan berangkat meninggalkan RKT,
rugi donk kalau ndak ke Praya…khan honornya di Praya lebih besar
daripada RKT…..! Akhirnya temen itu
nyelonong meninggalkan RKT !
Apa yang ingin dipetik dari cerita itu
adalah bahwa seseorang akan meninggalkan suatu pertemuan yang kurang
bergairah dan menuju pertemuan yang
dianggap lebih bergairah jika dihargai ilmu, pikiran, dan pendapatnya
dengan nilai yang lebih setimpat. Para Guru Besar kadang sering diminta pendapatnya, tapi tidak ada Pendapatannya .
Untuk itu marilah kita menutup segala
KEGILAAN dalam rapat kerja itu agar
kelak tidak mengulangi kesalahan menjadi orang GILA, karena kita memang orang
orang terhormat tapi tidak gila hormat.
LIMA BELAS
PENDOBRAK
Pada suatu hari,
yang saya lupa harinya,
yang jelas tanggal 15
Agustus, bertepatan dengan
hari kelahiran saya,
saya di telpon oleh tamu saya
Dr L Hayanul Haq, SH,LLM ( dosen
Fakultas Hukum yang sangat terkenal di Belanda)
dan Seorang Pakar Hukum dari Belanda (Hans Meyer). Betapa
terkesannya tamu saya ketika akan memasuki Kampus Unram ( persis sebelum Jembatan) kami diperiksa oleh skuriti
dengan Portal Jalan yang tertutup.
Sang Sekuriti dengan pakaian
sangat rapi, postur atletis dan
gagah menyambut kami dengan ramah
dan memberikan kami tanda untuk dipasang di dada kiri sebagai tanda
bahwa saya adalah tamu terhormat
dan dengan tanda itu berarti kami bebas
keluyuran di Kampus. Dan berarti tidak
sembarang orang diberikan masuk Kampus, kecuali hanya mahasiswa, dosen dan tamu yang punya
kepentingan. Orang orang yang tidak
berkepentingan tidak diperbolehkan masuk kampus.
Betapa tertibnya waktu itu, sehingga
teman saya mengatakan bahwa Unram telah menunjukan diri sebagai sebuah lembaga
yang sangat profesional, yang
memberikan pelayanan sejak tamu masuk kampus,,,,mirip dengan pelayanan di
kampus kampus Eropa.
Akhirnya tamu saya ingin bertemu
dengan Rektor Unram untuk berdiskusi tentang
berbagai program. Sampai di
lantai II gedung rektorat, kami telah
disambut oleh resepsionis dan sekretaris
rector yang cantik cantik dan fasih berbahasa asing (bahasa Inggris, Belanda dan Spanyol).
Pakaian mereka seperti para pramugari
Garuda (biru muda bervariasi dengan kembang setanam biru tua) dengan tutur kata yang menyejukkan. Rasa menunggu 1 jam tidak terasa karena
karyawati dan recepsionis menemani kami
dan para tamu lain dengan suguhan berbagai minuman dan makanan ringan. Ternyata rektorat telah menyiapkan “ mini bar yang lengkap serta para
waiters yang manis dan ayu persis seperti para pegawai hotel berbintang
“. Teman saya itu berujar “ Unram sudah luar biasa…. Menyuguhkan performa
yang maksimal dalam menyambut tamu dan mempersiapkan diri sebagai Universitas
Terkemuka di Indonesia.
Setelah bertemu rektor, kemudian kami
melanjutkan jalan jalan menuju Fakultas Fakultas yang ada. Ternyata di masing masing Fakultas saya
mendapatkan penyambutan yang sama dengan
keramahan yang luar biasa oleh para sekreratis dekan, waitres, recepsionis dengan aneka busana
indah seperti pramugari Lion Air, Batavia,
Wing Air, Air Asia , sesuai
dengan bendera masing masing Fakultas.
Di Fakultas Hukum saya disambut
oleh dara dara manis dengan kebaya merah dan busana merah, di Fakultas Ekonomi
dengan wajah ayu dengan busana kuning dan seterusnya.
Teman saya menyatakan “
Excelent……..Ruaaar Biasa….!
Unram telah berbenah katanya…………………………. !
Disepanjang jalan lingkungan ternyata
telah dibangun trotorir (trotoar) untuk
mahasiswa pejalan kaki sehingga bisa berjalan santai tidak takut kepanasan,
karena di atasnya telah dilingkari atap kanopi
berjajar sejak depan rektorat menuju kampus ke kampus dengan indahnya,
dan terakhir kami berkunjung ke sebuah restoran di ujung Kampus Utara ( bekas
kantor rektorat yang lama). Disana telah berdiri megah restoran Unram yang
sangat strategis dengan menu terjangkau oleh kantong mahasiswa dan dosen. Dan
disampingnya ada Toko Buku Gramedia yang cukup besar menjual buku buku kebutuhan
kampus dan buku umum lainnya.
Setelah selesai bersantap siang dengan
tamu saya tadi, mereka minta dicarikan
tempat penginapan yang dekat dengan kampus. Maka pikiran saya langsung
tertuju pada Guest House Unram. Langkah
saya bergegas menuju Guest House Unram yang terletak di depan FKIP Unram , yang dulu adalah RUSUNAWA. Rusunawa itu ternyata telah disulap menjadi
Hotel Berbintang oleh Unram dengan nama
“ The Grand University Hotel.
Hotel ini luar biasa mewahnya
dengan pelayanan prima oleh para mahasiswa
D3 Jurusan Perhotelan Fakultas Ekonomi Unram.
Setelah
tamu saya ceq in di Hotel Unram, terdengar suara azan dari Masjid Babul Hikmah yang megah yang menggelegar itu membuat saya “
TERBANGUN”. Ternyata apa yang saya alami
tentang Unram yang luar biasa itu hanyalah mimpi belaka……………!
Mimpi yang bisa menjadi kenyataan oleh
orang yang punya obsesi,, mimpi yang
bisa terwujud oleh sang Pendobrak ,
bukan oleh orang BANGAK.
Maka Unram memerlukan PENDOBRAK………….
Unram harus di Dobrak untuk bangun
dari tidurnya.
Unram
harus di Dobrak agar ia segera ereksi untuk dapat mewujudkan fungsinya
mekahirkan generasi yang kaffah.
Akhirnya
sembari melantunkan lagu Bongkar dari Iwan Fals, dengan langkah gontai saya pulang ke rumah
Tuhan untuk memanjatkan doa agar almamater saya ini tetap jaya.
SEBELUM PENUTUP
BIROKASI GUNUNG
KELUD VERSI UNRAM
Suatu hari
ada “ macan “ yang memangsa
penduduk di lereng Gunung Kelud dan suasana dusun begitu mencekam, dan akhirnya demi menyelamatkan penduduk dan macam, maka
Ketua RT ditugasi oleh masyarakat untuk bermusyarah dengan
Kepala Lingkungan untuk mencari solusi, apakah
Macan itu dibunuh atau pendudukan yang di ungsikan. Proses musyawarah berjalan kurang lebih 1
minggu ( maklum pak Kepala Lingkungan sedang banyak tugas ke Kecamatan ,
alias study banding kata orang pinter)
yang mengakibatkan “ sang Macan
telah membunuh 5 orang penduduk.
Karena kondisi sudah semakin panik
maka Kepala Lingkungan dan RT memutuskan
untuk berkonsultasi ke Kepala Desa. Lagi
lagi proses pengambilan keputusan di Desa mengalami birokasi panjang, apakah
Macan dibunuh atau tidak . Proses yang panjang di Desa karena Pak Kades
sedang studi banding jalan jalan ke Kabupaten dengan membawa anggota BPD sambil karokean. Akibatnya, Korban berjatuhan semakin banyak
yaitu “ 10 orang telah tewas.
Turun keputusan dari Desa bahwa “ persoalan
Macan “ harus di konsultasikan Pak Camat
tentang boleh tidaknya membunuh Macan Tutul sebagai binatang langka. Pak Camat
ternyata sulit dihubungi karena sedang
keluar studi banding dan jalan ke Ibukota Propinsi sambil shoping membawa
isteri. Sehingga butuh waktu 2 minggu
dimusawarahkan yang hasilnya “ persoalan
macan harus di konsultasikan ke Bupati. Saking lamanya birokrasi di Camat maka
telah terbunuh 50 orang pendudukan
lereng gung Kelud.
Ternyata di Kabupaten juga demikian
betapa sulitnya bertemu Bupati yang saat itu sedang terjerat kawin sirih dengan
gadis yang dituduh tidak perawan. Dampaknya konsultasi dengan Bupati memakan
waktu 1 bulan dan penduduk yang sudah terbunuh berjumlah
100 orang.
Karena pak Bupati tidak faham tentang
satwa yang dilindungi seperti Macan Tutul maka Bupati mengajak Camat, Kepala
Desa dan Kadus menghadap Gubernur untuk meminta Fatwa. Tetapi fatwa agak sulit keluar karena
Gubernur sedang studi banding ke Malaysia, Singapure, Bangkok, Jepang, dan lain lain.., sehingga memakan waktu 2 bulan.
Dalam waktu 2 bulan menunggu Fatwa ternyata sang Macan telah membunuh
seluruh pendudukan lereng Gunung Kelud.
Artinya begitu turun Fatwa dari Gubernur agar Macan Tutul ditempak,
bahwa penduduk sudah tiada dan yang tersisa hanya pak Kadus yang kebetulan ikut
Jalan Jalan.
Begitu panjangnya proses birokrasi
terkadang tidak dirasa telah membunuh “ sendi sendi kemanusiaan dan meracuni kesehatan berfikir. Mungkinkah birokrasi versi Gunung Kelud itu
terjadi di Unram. Saya tidak tahu, tapi saya hanya ingin bercerita tentang
pengalaman saya yang memimpin sebuah Unit yang namanya Magister yang menurut saya waktu itu kondisinya sedang “ koma “ karena kekurangan darah.
Kenapa kekurangan darah karena sebuah
lembaga sebesar Magister Ilmu Hukum yang
usianya lebih dari 10 tahun dengan uang
yang banyak tetapi tidak memiliki sarana belajar mengajar berupa “ LCD, Laptop, audio dll”. Maka setelah melihat dan mempelajari pagu
yang ada yaitu pagu angggaran Magister Hukum Tahun 2012 tertulis jelas ada anggaran untuk membeli
korsi Rp 40 juta, pagu membeli LCD dan Laptop kurang lebih
Rp.15 juta, dan pagu pengecetan ruang belajar Rp. 10 Juta.
Maka pada bulan Mei 2012 saya bersurat ke Rektorat agar dibelikan
kebutuhan tadi karena kami dalam keadaan koma.
Saya sadar sesadarnya bahwa menunggu alat alat dari Unram tentu tidak bisa cepat, maka saya bersama teman teman membeli sendiri sarana
dan prasaran itu berupa LCD 2 buah , Laptop
2 buah dan Soung Sistem 1 set.
Darimana uangnya….tidak perlu tahulah, yang penting itu uang halal dan
bukan dari uang Unram.
Bagaimana dengan nasib Surat Permohonan saya bulan Mei itu , ternyata sampai 7
bulan yaitu sampai
bulan Desember barang barang yang saya mohon tidak kunjung tiba sehingga saya pernah
mengirim SMS dengan nada Tanya….apakah
di Unram ada mavia ? Oh ternyata di
Unram ada Birokrasi ala Gunung Kelud
yang membuat unit terancam mati.
Pertanyaan saya itu ternyata banyak
orang kebakaran jenggot termasuk Pak
Ruspan yang punya jenggot , termasuk PR II Unram padahal beliau tidak
punya jenggot tapi tersinggung atas sms
saya itu. Beliau bilang di Unram tidak
ada “ mafia “ semua sesuai
prosedur. Maka saya diundang khusus
membahas persoalan itu.
Apa yang terjadi ? Ternyata
PR II bukan menyelesaikan masalah “ birokrasi gunung kelud yang membuat
Korsi dan LCD kami tidak jelas nasibnya, bukan memarahi staf yang keliru
atau salah sehingga anggaran kami
hilang. Tapi yang dipersoalkan
mengapa saya menyebut kata kata mafia.
Saya mencoba sabar dan tidak emosi,
karena mungkin PR II waktu itu tidak mengerti
makna mafia. Mafia
artinya dalam bahasa Itali
adalah “ orang orang terhormat “ .
Apakah salah saya mengatakan di Unram banyak orang terhormat sehingga harus
lebih banyak dihormati daripada melayani.
Saking “ terhormatnya “ maka bagi yang tidak sering datang untuk hormat akan tidak
dihormati, jika anda tidak sering sering
nelpon dan memberi hormat untuk mengingatkan surat surat yang anda kirim maka
surat surat anda akan hilang.
Itulah terhormatnya teman teman
saya di Unram sehingga saya menyebutnya mafia.
Orang terhormat biasanya hobi
jalan jalan bersama isteri , hobi studi
banding, hobi seminar dengan mengajak
isteri, dan sesekali shoping.
Maka akibat sms “ mafia “ itu maka persoalan saya yang lain
dirongrong, PR II meminta saya membuat laporan kegiatan Pendampingan
SMK yang dikerjakan oleh Team LPM ketika
saya menjadi Ketua LPM tahun 2011. Aneh
khan ?
1. Aneh I,
saya sudah berhenti menjadi Ketua LPM Bulan Maret 2012 , kenapa saya disuruh membuat pertanggung
jawban lembaga yang saya sudah berhenti , padahal MOU
yang saya buat adalah antara LPM dengan DIKTI bukan antara Zainal Asikin dengan DIKTI , maka ketika saya sudah berhenti
sejatinya PR II bersurat ke Ketua
LPM yang baru untuk membuat Laporan
dengan meminta bantuan saya. Bukan
seperti sekarang Ketua LPM yang baru ongkang ongkang terima honor kemudian saya
yang disuruh buat laporan kegiatan LPM .
Ini bener bener menejemen rusak.
Tapi tak apalah saya akan kerjakan tugas itu sebagau bentuk tanggung
jawab moral, karena kita memang orang yang moral meskipun tidak sesuai dengan
menejemen Organisasi.
2. ANEH II ,
kami disuruh buat laporan oleh PR II tanpa dasar surat surat. Lho kok
bisa PR II merintah lisan padahal beliau tidak ada kaitannya dengan proyek
ini,…hoho persis seperti kata lagu Peterpan
“ Ada Apa Denganmu “.
Memang
di Unram sering terjadi aneh aneh oleh mahluk aneh. Pada sekitar tanggal 10 Desember
2012 saya memperoleh email
dari Kementerian Pemuda yang isinya “
honorarium team pengawas PSP3
kerjasama LPM Unram dengan
Kementerian Pemuda “ honor telah keluar
terhitung sejak bulan Februari 2012 ( terhitung sejak saya masih menjadi Ketua
LPM). Tapi nama nama yang akan
memperoleh honorarium adalah nama nama yang saya tidak kenal dan tidah tahu
pernah berkecimpung dalam proyek itu, apalagi pembayarannya terhitung mundur
sejak saya masih menjadi Ketua LPM…..ini
benar benar lagunya ADA BAND yang
berjudul MANUSIA BODOH.
Suatu
kali “ bulan Agustus
2012 datang Tukang Cat : ke Magister Hukum melakukan pengecetan ruang
kuliah, kemudian setelah mengecat tidak ada berita apakah ngecatnya sudah
selesai, benar benar aneh, istilah Jawa sama sekali tidak kulonuwun. Saya tidak tahu
darimana uang Cat Mengecat itu………………………………!
Peristiwa
diatas saya sampaikan dalam tulisan ini untuk membuktikan bahwa di Unram sering
terjadi keanehan , rektorat
tidak focus dalam menyelesaikan
persoalan, dan sering intervensi terhadap sesuatu yang tidak perlu di
intervensi apalagi bertentangan dengan menejemen organisasi dan melalaikan hal hal yang utama sehingga terjadilah birokrasi Gunung Kelud.
Mari
kita tutup cerita Birograsi Gunung Kelud itu dengan satu kata
yaitu janganlah “ sok Pinter
“. Mengapa proyek proyek di Unram sering terjadi masalah karena kita
memang “ sok Pinter “. Pinpro ( PPK) merasa sok Pinter sehingga segala urusan proyek dianggap hanya dia yang tahu,
dan orang lain dianggap tidak tahu.
Panitia Pelaksana juga merasa sok
Pinter sehingga tidak mau mendengar
nasihat orang lain…..yang lain juga mungkin sama saja. Padahal untuk menjadi Pinpro dan Panitia
saratnya tidak sulit yaitu punya “ Sertifikat Pengadaan Barang dan Jasa “. Kalau itu saratnya : saya sih punya. Tapi yang kurang dimiliki oleh Panitia dan
PPK di Unram adalah pemahaman secara mendalam
tentang hokum ( UU dan Perpres
tentang Pengadaan). Kalau hanya menghafal Pasal, ponakan saya yang masih kuliah di Fakultas
Hukum sangat hapal bunyi Perpres No.54
dan Perubahannya. Tapi yang harus
difahami adalah “ nafas, nadi, denyut
jantung dan semangat dari Perpres itu,
Akibat
sok pintar itu seringkali proyek menjadi “ rusuh “ . Hotib di Kampung saya sering sok Pinter dan tidak mau diganti sebagai hotib padahal “
Buku Hotbah Jumatnya sudah zaman Nabi Nuh yang ditulis dengan huruf Arab
Gundul. Jadi hanya dia yang bisa membaca “ Buku
Khotbahnya “ dan menganggap dirinya
hebat karena orang lain tidak bisa baca Kitab Gundul.
Suatu kali “
hotib itu naik ke Mimbar dan mulai
beraksi membaca hotbah, akan tetapi memasuki halaman 3, lembaran
buku hotbahnya yang sudah tua
ketinggalan di meja tamu rumahnya.
Akhirnya hotbah di tunda beberapa
menit dengan suasana gaduh campur
lucu sambil menunggu lembaran yang diambil oleh Marbot ( penunggu
Masjid). Andaikata hotib itu tidak sok Pinter maka peristiwa itu
tidak mungkin terjadi, karena jika buku hotbah rusak bisa diganti dan
dibaca oleh hotib lain dengan buku Hotbah yang lebih up to date.
Jadi persoalan sholat Jumat yang rusuh oleh
Khotib dan proyek yang rusuh adalah
2 hal yang sama, yaitu sama akibat
petugas yang sok pinter.
Semoga
kita menjadi orang yang sadar
bahwa masih ada orang yang lebih
pinter ketimbang kita,,,,,,!
PENUTUP
Tulisan
dalam buku ini adalah Otokritik atas kondisi Unram saat ini. Tidak ada niat dari penulis untuk menyalahkan
siapa siapa atas “ amburadulnya “ Unram.
Karena kita adalah bagian dari kesalahan itu. Jika Unram salah dalam perencanaan dan
pengelolaan, maka itu adalah kesalahan yang “ berjamaah “. Buku otokritik ini adalah sama seperti buku
otokritik saya sebelumnya yang berjudul “ Ngeremon Sang Guru “ yang mengkritik
tentang Hidup, Tentang NTB dan Tentang Manusia “.
Kesalahan
komunal itu terjadi di Unram seperti lingkaran setan. Katakanlah jika kesalahan
itu disebabkan oleh kesalahan Pembantu rector, maka yang mengangkat dan memilih Pembantu
Rektor adalah Senat (secara voting), maka itu berarti kesalahan Senat kenapa
memilih Pembantu Rektor yang tidak bermutu.
Jika kesalahan terletak pada Rektor yang kurang memantau dan mengawasi
kinerja bawahan, maka kesalahan berada pada Senat, kenapa memilih rector yang
tidak faham menejemen dan kepemimpinan.
Jika yang disalahkan “ senat yang
kurang kritis dalam melakukan tugas sebagai lembaga normative, maka kenapa dosen dosen memilih anggota senat
yang kurang kritis, maka
kesalahannya terletak pada dosen. Jika kesalahan dialamakan kepada dosen atas
kondisi Unram ini yang tidak memilih anggota senat yang berkualitas dan memberikan aspirasi yang benar pada
pemilihan rektor, maka persoalannya ialah
bahwa dosen tidak punya hak
suara mutlak dalam pemilihan Anggota
Senat dan Rektor,karena untuk menjadi
anggota senat universitas tidak sembarang orang, yaitu orang yang punya pangkat “ tertentu “, bukan
orang orang yang punya kualitas
tertentu. Karena belum tentu orang yang
punya pangkat tertentu dan umur lebih
tua akan menjadi lebih kritis dan lebih
cerdas. Kecenderungan dengan umur
lebih tua maka orang orang akan cepat ngantuk, cepat capek, cepat bosan dan pokoknya tidak energik. Maka tidak heran anggota senat sering kurang
energik dan kurang kritis. Maka yang salah adalah “ system”. Artinya system pemilihan anggota senat harus
dirubah jika ingin memperoleh hasil anggota senat yang baik.
Oleh sebab itu kedepan Unram
harus berbenah diri dari
persoalan system, persoaloan substansi, persoalan structural
dan cultural.
Mohon maaf jika ada yang merasa
tersinggung atas isi buku kecil ini yang terkesan “ keras dan apa adanya “. Semua itu karena saya memang orang yang
dilahirkan dalam zodiac yang keras yaitu Leo. Orang Leo punya temperamen keras
tapi sabar, bicara apa adanya, konsisten
dan hati yang lembut, seperti kata istri saya bahwa orang yang berwajah Bima tapi berhati Arjuna.
Buku ini bukan buku ilmiah, tapi buku
hiburan untuk menghibur hati yang galau melihat kondisi Unram. Jika mau
membaca buku saya yang serius silkahkan beli di Toko Gramedia dengan
judul “ Pengantar Metode Penelitian
Hukum ( Penerbit Rajawali Pesada Jakarta),
Buku Hukum Kepailitan (Penerbit Rajawali Persada), Buku Hukum Perburuhan
( Penerbit Rajawali Jakarta), Buku Pengantar Ilmu Hukum ( Pt RajaGrafindo
Jakarta), Buku Pengantar Tata Hukum
Indonesia ( PT Rajagrafindo Jakarta), Buku Hukum Dagang ( PT RagaGrafindo
Jakarta).
Jadi
saya ini bisa diajak serius bisa diajak santai. Diajak berantem Oke, Diajak Damai boleh.
Diajak
berantem untuk membela kebenaran
itulah ajaran perguruan karate saya aliran “ Ishikawa
Karatedo “ yang menempa saya sampai memperoleh sabuk coklat dibawah doktrin
yang mulia gurus besar karatedo nasional “ Almarhum Suhardi “.
Di ajak damai juga
Oke karena damai itu indah,
itulah kata petuah dari guru spiritual saya “ Tuan Guru KH Hulaimi Umar dan
Tuan Guru Suhaili Umar , dan Guru Tarekat Naksabandiyah saya Syeh Yasin.
Terima kasih untuk semuanya dan atas
semuanya.