CARA GILA
MENGHADAPI RENTENIR
Oleh Zainal Asikin
Saat ini yang paling
menggelisahkan pedagang kecil adalah para rentenir yang berlindung dibalik Koperasi Simpan Pinjam maupun Bank Perkreditan . Saya
katakana demikian karena dari kampong
kampong lembaga ini merasuki ibu ibu
pedagang bakulan, pedagang asongan, ibu rumah tangga dengan cara memberikan pinjaman cepat tapi dengan bunga selangit. Akibatnya para pedagang kecil terjerat dengan “ rentenir “
yang sering dijuluki “ bank Subuh
“ karena melakukan penagihan
pagi hari selesai sholat subuh agar bapak/ ibu ibu gampang dijumpai. Tetapi saking kepepet dan sulitnya membayar angsuran kredit
yang tidak disatu lembaga perkereditan
maka bapak/ibu ibu sering
sembunyi dipagi hari dan baru pulang ketika si petugas sudah pulang. Ternyata si
petugas tidak habis akal, maka tagihan dilakukan persis sholat Magrib,
maka masyarakat menjulukinya “ bank Magrib “. Bahkan saking sulitnya mencari debitur
yang nunggak hutang karena Subuh dan Magrib
tidak bisa ditemukan, maka petugas kredit punya cara jitu yaitu melakukan penagihan persis
menjelang Sholat Jumat , karena tidak mungkin ummat Islam tidak pergi
Jumatan, pasti ketemu. Penomena
perkreditan dengan pola rentenir dengan bunga tinggi telah banyak memakan
korban. Tetapi aparat penegak hukuk,
baik kepolisian maupun Bank Indonesia tidak
berupaya mengambil tindakan hukum atas terjadinya praktek perbanakan
(simpan pinjam ) yang bertentangan
dengan hukum perbankan. Akhirnya
masyarakat sudah pasrah atas nasibnya ,
dan satu satunya yang harus dilakukan
bagaimana memerangi para rentenir ini dengan cara GILA , sebab memerangi rentenir di Lombok dengan cara biasa yang
WARAS nampaknya tidak mendapat dukungan penegtak hukum maupun otoritas moneter;
Saya mencoba bergaul dengan
sekelompok orang yang menamakan grupnya
“ grup Jogank “ atau grup Gila . Kelompok ini menjuluki dirinya kelompok gila karena seluruh anggota memiliki hobi “ gila “, ada
yang gila mancing, gila bersepeda, gila panjat gunung , gila mobil tua dan gila gila lain
sebagainya. Grup ini di Mataram sudah
berusia lebih dari 20 tahun yaitu dulu adalah sekelompok mahasiswa Fakultas
Hukum Unram yang menjadi aktifis kampus.Tapi karena pertemanan yang sangat
kental dan silaturahmi yang mendalam maka persahabatan itu tetap langgeng
sampai sekarang, meskipun mereka sudah
tua, ada yang menjadi pengusaha sukses, menjadi advokat, menjadi hakim,
polisi, Laksamana AL, Jaksa dan politisi.
Di kalangan keluarga, kelompok ini dikenal sebagai “ grup Ronas “, yang bermakna ganda, karena “ ronas dalam
bahasa Sasak artinya membersihkan “.
Mengapa “ ronas “ , karena anggota grup ini mayoritas kuat makan
sehingga kalau disuguhkan makanan apa saja pasti bersih. Mengapa “ ronas “, karena kepanjangan dari
“ rombongan nasional ,yang seluruh
anggotanya terdiri dari berbagai suku ( Ada Batak, Jawa, Bima, Dompu,
Samawa, Sasak ada orang Arab, Cina, ada
lintas agama ( Islam, Hindu, Budha, Konghucu dsb)..jadi grup ini benar benar
nasionalis yang menjaga kerukunan anggotanya sangat solid.
Sebagai sebagai sebuah komunitas,
atau istilah Emeil Durheim adalah sebuah komunitas organis, maka kegiatan utama
grup ini adalah “ arisan” yang dilakukan
tidak kenal waktu. Jika orang lain
melakukan arisan satu bulan sekali, tapi
grup ini arisan bisa setiap hari, bisa
tiap minggu dan tidak boleh lebih dari 1 bulan. Jadi kadangkal ada sms tiba
tiba bahwa hari ini arisan, maka mereka
langsung kumpul.. Itulah “kegilaan grup
ini “, sehingga dinamika pertemuan grup ini sangat dinamis. Arisan mereka tidak banyak yaitu 50 ribu perorang setiap arisan tetapi makanan yang disuguhkan
dalam arisan terkadang melebihi menu restoran Internasional, sebab mereka
berangapan bahwa untuk apa “ uang jika
tidak dipergunakan untuk acara silaturahmi dan menyuguhkan yang terbaik bagi
teman teman” itulah “ gilanya grup ini.
Dan yang paling menakjubkan bagi saya, bahwa grup ini setiap arisan harus mengumpulkan uang dana social perorang
paling kurang 25 rupiah. Dan dengan dana social ini diperuntukan bagi teman teman yang kesulitan
untuk biaya berobat, musibah, dan tentunya pinjam meminjam bagi anggota yang
kekebetulan “ kere “.
Dengan rentang waktu yang begitu
lama, ternyata grup jogank yang gila ini
tidak terduga telah memiliki
dana social yang cukup banyak, maka pada
muncullah gagasan “ gila “ yaitu melawan rentenir. Caranya yaitu dengan memberikan pinjaman modal
para pedagang kecil tanpa bunga sehingga lambat laut rentenir kalah bersiang dengan “ grup gila ini “. Dengan memberikan bantuan setiap pedagang
bakulan Rp. 500 ribu sampai
Rp.1000.000 ternyata kelompok gila itu
telah mencoba melawan rentenir dengan cara gila. Dan ternyata cara “ gila “ mampu membantu para pedagang kecil dan mampu
membuat kaum rentenir kalah bersaing.
Seadainya saja tuan tuan, puan
puan, saudara saudara yang terhormat
yang sekarang punya rezki melakukan
gerakan social, tidak usah membuat nama grup Jogank, tapi grup” waras “ tapi aktifitasnya
memberikan pinjaman tanpa bunga, Insya Allah dalam waktu tidak
terlalu lama kehidupan pedagang kecil di Lombok ini tidak lagi terlilit hutang
rentenir. Selamat Mencoba