SANGKEP
(GAWE) BELEQ DITENGAH KRISIS
Oleh
Zainal Asikin
Sangkep
Milik Rakyat
Pada hari Minggu tanggal 20 Mei 2012 diadakan
suatu “
sangkep beleq “ atau musyawarah besar yang diadalam Majelis Adat
Sasak ( MAS) bertempat di Becingah ex
Kantor Bupati Lombok Barat. Banyak pro
kontra atas terlaksananya sangkep beleq
itu karena dilaksanakan di tengah tengah krisis ekonomi bangsa, dan lebih lebih dalam sangkep beleq
itu menurut akan diikuti dengan pemasangan mahkota Pemban MAS yang senilai 2 Milyard ( itu menurut situs
resmi yang disampaikan oleh H.L M. Syamsir, SH).
SANGKEP atau musyawarah bukanlah hal yang tabu atau
hal yang luar biasa, karena semua orang boleh melakukan sengkep, bahkan sangkep ini merupakan kebiasaan orang Sasak,
mau khitanan harus lewat sangkep, mau
nikah juga perlu musyawarah (sangkep), jadi sangkep itu milik orang sasak,
bukan milik Majelis Adat Sasak. Jika
anda tidak diundang dan tidak hadir juga tidak ada resiko, silahkan adakan
sangkep tandingan dirumah sambil membahas bagaimana memberantas agar orang
sasak tidak minum tuak, itu juga sangkep yang lebih bermartabat. Tanggal 20
Desember 2010 pernah diadakan Sangkep Beleq oleh komunitas pencinta lingkungan
bertempat di Dusun Kumbi Lembah
Sempage yang dihadiri oleh Menteri dari
Kementerian Kehutanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian
Koperasi dan UKM, t, Bupati Lombok Timur, Bupati Lombok Utara, Dishut Provinsi
dan Kabupaten, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi dan Kabupaten serta Kecamatan,
Kepolisian, Desa, LSM, ketua blok dan anggota kelompok/penggarap HKM, hingga
kalangan swasta. Bahkan sangkep pada waktu dihadiri oleh lembaga luar negeri Ford
Foundation, ACCES Phase II, LEI, ICRAF, FKKM, ICEL, FFI, Dewan Kehutanan
Nasional, World Neighbors dan Lapera.
Tahun 2011 tanggal 21 Desember 2011 juga
pernah diadakan Sangkep Beleq III yang
diadakan oleh MAS di Gedung Graha Bhakti Praja
yang saat itu dihadiri oleh Gubenur NTB.
Salah satu pesan Gubernur ketika itu “ orang Sasak harus mencintai dan bangga dengan budaya dan
kearifan lokal kita. Karena itu jangan sampai masyarakat NTB lebih tahu budaya
luar di banding budaya lokal daerahnya. Karena itu kita perlu pelajari budaya
kita sendiri,’’ungkap Gubernur ketika membuka sangkep beleq
III masyarakat adat sasak (MAS) di Gedung Bhakti Praja, Rabu (21/12). Hadir
dalam kesempatan itu, Ketua MAS, Drs. H. L. Azhar, Kapolda NTB, anggota FKPD,
tokoh adat, dan anggota FKMUB serta ta
sejumlah Kepala SKPD.
Sangkep Beleq
Sangkep Beleq yang diadakan oleh
MAS (Majelis Adat Sasak) memang seringkali
tidak jelas tema dan tujuannya, sehingga acapkali dinilai sesuatu yang
mubazir, bahkan terkadang dinilai bersifat politis. Pada Era Orde Baru Majelis Adat Sasak berkali kali melakukan
acara besar yang memberikan gelar gelar
pada “ Kepala Staf Angkatan
Udara, KASAL, KASAU . KASAD dan sebagainya yang kental dengan nuansa
politik. Mengapa gelar itu diberikan
kepada petinggi ABRI waktu itu ? Tentunya kita mafhum bahwa kehidupan politik
Orde Baru sangat kental dengan ABRI sehingga siapa yang bisa mendekati ABRI maka
hidup akan terasa aman. Masa itu Sebahagian bupati di NTB diisi oleh ABRI
kecuali Bupati Lombok Barat dan Walikota Mataram, dan Orde Baru waktu itu mengincar agar jabatan
Walikota Mataram dan Bupati Lombok Barat diisi juga oleh ABRI. Nah dengan pendekatan politis itu maka
diharapkan ada pengertian dari penguasa Orde Baru agar jabatan sipil yang
tersisa yang dipegang oleh orang Sasak itu tidak diganggu gugat. Jadi sangkep beleq atau upacara apapun
namanya pasca Orde Baru
haruslah netral, transparan dan
akomodatif sebagai bagian dari proses
adaptasi dan intergari diri.
Akan tetapi Sangkep Beleq kali ini rupanya agak lain
karena diikuti dengan “ Begawe Beleq “ yang kesannya ada acara hingar
bingar (hura) dengan berbagai
kegiatan begibung ( makan besar ) karena
biasanya jika orang Lombok Begawe
dikonotasikan dengan bejogetan , hiruk pikuk ,becilokak,
bekecimol dan sebagainya. Tapi mudah
mudahan Begawe Beleq ini berisi hal yang bukan sekedar itu, yang lebih penting berisi
seminar menyelesaikan persoalan masyarakat SASAK yang dilanda krisis.
Sangkep Ditengah Krisis
Terkadang ketika saya di luar
daerah, saya merasa malu menyatakan kalau saya adalah orang Lombok, karena yang tereksposes di Televisi dan Koran
adalah sebuah suku primitip yang
pekerjaannya suka berkelahi , saling
bunuh (mesiat), tawuran antar kampong dan sebagainya. Tapi
saya tidak boleh juga menutup kebanggan saya sebagai orang Lombok yang dikenal sebagai pulau
seribu masjid, kota Ibadah, Masyarakat yang patut
patuh patu, tatas tuhu transne dan berbagai sebutan yang oleh generasi anak
anak saya tidak dimengerti maknanya.
Simbol, idiom , semboyan dan motto itu
sepertinya menjadi milik orang orang tua yang hebat pada zamannya
sehingga motto itu menjadi tidak
bermakna ketika generasi muda sasak mengalami krisis kepemimpinan karena tidak ada figure pimpinan yang bisa dijadikan contoh, krisis
nilai karena orang orang tua tidak lagi memberikan teladan berprilaku kepada
anak anaknya dalam berpolitik, ketika orang
tua tidak pernah memberikan warisan berupa
bagaimana bertutur, berkata, berkesenian,
berpakaian, dan beribadah kepada anak anak mudanya. Akhirnya muncullah
pembangkangan dan perlawanan dari kaum muda Sasak dengan mendirikan apa yang
disebut Desak Datu ( Dewan Sasak Muda
Bersatu), Pepasak ( Persatuan Pemuda
Sasak), Gerakan Masyarakat Sasak ( Gemas) dan sebagainya. Konflik disana sini sesama orang Sasak
saling bunuh adalah bagian krisis kepercayaan tethadap pemuka agama dan pemuka
adat, dimana nilai kedamaian yang diajarkan Tuan Guru, nilai keharmonisan dan persaudaraan
yang diajarkan pemuka adat sudah tidak lagi menjadi petuah ampuh.
Berkesenian yang berbudaya tidak lagi tidak mentaati pakem berkebudayaan
sasak, sehingga kecimol dan gendang
beleq yang mengiringi pengantin penuh dihiasi dengan anak muda sasak yang
bercelana jin, berspatu adidas, dan mempergunakan pakaian adat entah
berantah. Itulah beberapa krisis masyarakat Sasak yang sekarang terjadi, dan
oleh karenanya sangkep Beleq itu menjadi penting jika mampu merumuskan “ awiq awiq “
yang mampu memberikan mantra mantra seperti Keris Empu Tantular yang
mendamaikan jagat raya.
Kesimpulan
Sangkep
Beleq yang diadakan oleh masyarakat apapun bentukya dapat dimaknai sebagai bagian partisipasi
masyarakat yang mengambil alih peran Negara
dan isntitusi resmi yang mungkin sedang tertidur lelap tidak sempat memikirkan
persoalan masyarakat. Seandainya
institusi resmi legislative berfungsi maka tidaklah perlu ada sangkep hanya
menyelesaikan “ kerusakan lingkungan hidup di Dusun Kumbi Lembah Sempage”. Begitupula andaikata Negara dan aparatnya bisa tuntas menyelesaikan konflik, maka tidak
perlulah MAS harus Begawe Beleq untuk menyelesaikan konflik, dan begitupula
seterusnya peran Departemen Agama bekerja maksimal maka tidak perlu ada Sangkep Beleq memikirkan tentang konflik
antar agama, dan seterusnya.
Fungsi politik ( pencapaian
tujuan), fungsi budaya (mempertahankan pola), fungsi hukum ( integratif), dan
fungsi ekonomi (adaptasi) sebagaimana yang dikemukakan oleh teori sibernetika
Talcot Parson adalah mata rantai
penyelesaian masalah yang selama ini
terabaikan sehingga perlu sangkep beleq.
Alhasil
sangkep beleq siapapun yang melaksanakan dan dimanapun tempatnya adalah suatu
kegiatan yang patut diapriasi sepanjang
tidak memakai uang rakyat
(APBD), karena uang APBD lebih baik dipakai untuk mendongkrak IPM NTB yang masih diurutan 32 dibawah Papua yang rakyatnya masih memaki
koteka. Jika pada suatu saat kita ternyata turun ke
peringkat 33 dibawah PAPUA….maka celakah
kita para pemimpin bangsa sasak yang lagi sangkep beleq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar