Minggu, 12 Februari 2012

PAHLAWAN LOMBOK POS


PAHLAWAN  LOMBOK  POS
LOMBOK   POS
OLEH  DR.ZAINAL  ASIKIN,SH,SU

Ketika saya   masuk ke Gedung Graha Pena Lombok Pos,  terkadang saya selalu  terharu, terharu  karena  bangga  karena  tidak  menyangka jika  Koran  yang   dulu  namanya     Suara  Nusa “  kini  telah  menjadi  korang kebanggan masyarakat  NTB.   Saya  terharu, juga karena  mengingat pada masa masa  kelahirannya  di sebuah  gedung tua sebuah  percetekan di   Jalan Langko  Dasan Agung  yang  setiap  hari  ketika  harus  rapat  harus duduk  lesehan di gudang  itu memakai  tiker dengan menu  kacang rebus.   Mungkin tidak banyak  yang  tahu, bahwa disekitar tahun 1980  koran  yang  kini  bernama  Lombok  Pos ini  dilahirkan  oleh  putra putra  NTB yang sangat mencintai  dunia  jurnalistik dan  seni.   Ketika itu  berkumpulah  nama nama   Drs. H. Lalu Puguh  Wirabhakti ( alm),   Chairul  Makmursyah  (alm),  Max  Arifin (alm) dan tentu banyak  lagi pegiat pegiat  pers  yang  menginginkan  adanya  sebuah  Koran  local n yang bisa  menjadi  bacaan ringan  masyarakat  NTB.    Memulai   pekerjaan  Koran  tentunya  tidak  mudah, karena memerlukan  dana  yang besar  baik untuk biaya  mencetak  dan  membayar  karyawan  dan wartawan.  Tapi   bersyukurlah,  atas kerjasma  dan kesadaran  yang  tinggi  maka  para pekerja pers ini  bekerja  tanpa  harus dibayar,  kalaupun  di bayar   ---itu  hanya sebuah  penghargaan---- bukan  gaji.    Kegigihan dan  ketuliusan   tokoh tokoh  pers di atas yang dekat dengan  kalangan  kampus  membuat beberapa mahasiswa   rela  ikut  sebagai  tenaga  sukarelawan,  peliput  atau wartawan amatir yang serabutan, para  maahsiswa itu sekarang  ada yang  telah  menjadi  Notaris  ( Edy  Hermasyah),  Wartawan  Tempo ( Djalil  Hakim), Chaerul ( sekarang di Kompas)  dan lain lain.  Dan Alhamdulillah  “ bayi  Suara Nusa     itu  bisa   tetap  terbit  sekali  semiinggu,  kemudian  3  kali  seminggu  dan  bertahap menjadi  terbit  setiap  hari.    
Dari segi  wajah dan design, tentunya  jangan  membayangkan  Koran Suara Nusa tahun 1980 itu sama seperti Lombok  Pos sekarang ini.   Suara  Nusa  ,  ketika terbit  berbentuk seukuran  tabloid  seperti  ukuran Koran Tempo, tanpa warna, kertas yang mungkin  paling  murah dalam ukuran  kertas karena warnanya putih kecoklat coklatan.   Tapi  semangat  memiliki  Koran local membuat  para pengelola  tetap bergairah.  Dan waktu  itu saya tetap rutin  diminta  menulis  artikel setiap  minggu yang  temanya  bermacam macamlah  yang  penting  Koran itu  harus  terisi  dengan  berbagai materi, soal  substansi   tidaklah terlalu penting.   Mungkin  itulah  masa masa sulit bagi pejuang   Suara Nusa ( Lombok  Pos)  untuk  mempertahankan  hidupnya.
Waktu bergulir dan berjalan, seiring dengan semakin diminatinya   dan dicintainya  Suara Nusa, maka mulailah Suara Nusa bangkit dan   berpindah  ke  Mayure   dan  kemudian ke Selagalas.    Kedua periode ini  menempatkan Suara Nusa  sebagai Koran yang mulai   dikelola secara  “ lebih professional “   dengan menejemen  murni surat kabar  dan tentunya sedikit demi sedikit melepaskan ketergantungan dari Pemda.  Oleh sebab itu maka  rekruitmen  tenaga wartawan professional  dan  karyawan full time  menjadi sebuah kebutuhan, sehingga  tampilan  wajah Suara Nusa bisa lebih bersaing dengan Koran Koran luar seperti Bali Pos dan Nusa Tenggara.    Darah segar Suara Nusa itu tentunya tidak  lepas dari munculnya  figur    Ismail  Husni “  yang sekarang  menjadi Direktur Lombok Pos  yang pulang kampong dari  pengembaraannya  dan ingin  membesarkan  derahnya melalui mass media, lebih  lebih  setelah  Suara Nusa  dirubah  menjadi Lombok Pos  dengan  menggandeng  JawaPos  sebagai mitra usaha yang masing masing saling  membutuhkan dan saling  menguntungkan.
Perubahan Suara Nusa ke Lombok  Pos adalah sebuah  momen dan lompatan penting bagi Koran daerah  bahwa  ternyata  membuat  sebuah Koran local jika dikelola secara  baik,  bertangan  dingin   , dan professional n jujur akan bisa  berjalan dan menguntungkan.     Oleh sebab  itu  saya tidak henti hentinya  menyampaikan  pujian kepada  “ almarhum  Chairul Makmursyah  dan  Max Arifin “  yang ketika  berdirinya  Koran ini  hamper setiap malam tidak  pernah tidur di gudang itu untuk  mempertahankan terbitnya Koran ini.   Beliau selalu  berbisik pada saya…..Askin , lihatlah  beberapa  tahun kedepan , Koran ini akan menjadi kebanggan NTB… biar sekarang kita seperti ini,…karena para  pengusaha  tidak ada yang berminat mebiayai Koran ini  , para  pengusaha  lebih  tertarik berbisnis  proyek,,,ketimbang bisnis di dunia perss…..!   Ternyata  ucapan mereka terbukti, kini Suara Nusa   alias Lombok Pos telah  menjadi  besar besar dan besar.    Dan setiap memasuki gedung  Graha Pena Lombok Pos , pikiran saya selalu melayang pada  figur perintis pers local yang sangat sederhana. Semoga  jasa kedua  tokoh itu selalu mendapat balasan dari Allah Swt, dan  semoga makan  Max Arifin nun jauh di Jawa Timur  dan makam  Chairul Makmursyah di Mataram , serta   makam  Drs  H.L   Puguh Wirabhakti di Puyung akan tetap memancarkan  semangat  pembanguna  perss di  NTB.    Seandainya  saja Lombo Pos  memberikan penghargaan….maka  figure  itulah  yang paling  pantas  menjadi Pahlawan  Lombok Pos. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar