Selasa, 07 Februari 2012

PENYAKIT LUPA MANTAN KETUA KNPI NTB

PENYAKIT    LUPA
SETELAH   BERKUASA

PENDAHULUAN

Namanya  Tahir atau teman teman di KNPI memanggilnya dengan nama PAK TAHIR, umurnya kurang lebih 60 tahun, berkacamata tebal, badan kurus krempeng, dan satu satu alat transportasi yang dipakai adalah  speda ontel merek ” mehdood ” sisa sisa bagian pegawai negeri tahun 70 han.
    Jasa pak Tahir ini bagi saya tak ternilai, karena dengan spedah ontelnya sejak tahunn  1974  bekerja sebagai tenaga honorer di Kantor KNPI NTB yang bertugas serabutan, mulai membuatkan kopi bagi pengurus KNPI yang gagah gagah,  mengetik surat surat undangan dan sekaligus mengantarnya keliling ndari Mataram sampai Cakra. Dan tidak kalah pentingnya adalah Pak Tahir pula yang menyusun dan mengetik laporan hasil hasil rapat KNPI yang tebal tebal dengan mempergunkan mesin tik merek brother atau buterfly panjang yang kalau diangkat beratnya kira kira  20 kg.
    Penghasilan Pak Tahir memang tidak seberapa, ketika itu kira kira 50 ribu rupiah, dan kadangkala temen teman memberinya tip kalau sudah selesai rapat.  Dan ketika saya tanya mengapa dia mau mengabdi di Kantor KNPI dengan tugas yang begitu berat siang malam  ?   Dia hanya menjawab...mudah mudahan kelak bapak bapak KNPI kalau sudah jadi pejabat bisa mengangkat anak saya jadi PNS.....itulah satu satunya cita cita Pak Tahir.
    Memasuki Tahun 1980 , nampaknya  Pak Tahir tidak kuat lagi mengayuh sepeda untuk mengantar surat surat undangan ke seluruh kota Mataram- Cakranegara dan Ampenan, maka diajaklah anaknya yang ketika itu masih duduk di SLTA bernama Abdullah yang sering dipanggil Dollah untuk membantu mengantar surat itu memakai sepeda ontel atau speda motor merek ” Banpres ” yang saya terima dari Presiden untuk KNPI se Indonesia, yaitu speda motor   hasil rampasan Bea Cukai  karena masuk di Indonesia tanpa pajak oleh Edy  Tansil.
    Setiap pergantian  Ketua KNPI   dari zamannya Mesir Suryadi, Lalu Srinate, Mahfud Ahmad, Marinah Hardi, Tatang Bahrudin, dan Sunardi Ayub...Pak Tahir selalu berpesan mudah mudahan kelak anak saya bisa dititip menjadi PNS  ( karena memang zaman Orde Baru, pengangkatan PNS sepenuhnya wewenang pejabat baik gubernur maupun bupati atau kolega koleganya ).

KETIKA MENJADI PEJABAT

    Waktu terus berjalan, roda speda Pak Tahir tetap berputar.  Pak Mesir menjadi Ketua DPRD-NTB,  kemudian Pak Mahfud Achmad  jadi Pejabat Penting (Kepala Dinas Pariwisata)  dan di  Bansos ,  kemudian Pak Lalu Srinate menjadi Gubernur NTB,  Pak Marinah Hardi menjadi Anggota DPRD NTB,  Tatang Bahrudin  menjadi sekretaris kementerian Daerah Tertinggal,  Sunardi Ayub menjadi Ketua DPRD NTB.   Deretan nama mantan Ketua KNPI NTB silih berganti menjadi pejabat,  tetapi cita cita Pak Tahir agar anaknya bisa dibantu untuk mendapat pekerjaan atau setidak tidaknya menjadi PNS tidak pernah terwujud atau dilupakan oleh pejabat pejabat yang pernah dilayaninya itu.
    Bahkan ketika akhirnya pak Tahir tidak sanggup lagi mengayuh sepeda dan istirahat dan sakit sakitan di rumah tidak pernah ada yang mengingatnya....atau sekedar menjenguknya  dan akhirnya sampai meninggal dunia, tidak ada mantan Ketua KNPI yang datang melayat.   Itulah tragedi kemanusiaan  yang paling memalukan ialah sering mengidap  penyakit lupa.   Kita sering lupa akan janji, sering lupa akan masa lalu, sering lupa akan jasa seseorang, dan lupa akan beramal.
    Katakanlah para pejabat pejabat dan mantan mantan Ketua KNPI itu tidak bisa membantu menjadikan si Dollah menjadi PNS tapi paling tidak bisa menjadikan dia pekerja yang layak, membantu permodalan, meminjamkan  kredit usaha , menitipkannya bekerja di tempat tempat yang  lebih manusiawi,  sehingga bisa hidup layak sebagai pejuang KNPI.
    Tapi itulah,  penyakit lupa sering menghinggapi seorang pejabat ketika dia sudah menjabat.  
    Dan pertanyaannya, kemana si Dollah setelah Pak Tahir meninggal ?    Seminggu yang lalu ketika saya mengorder taksi untuk menjemput saya dirumah menuju kampus.  Tiba tiba si sopir yang menjemput saya menegur...Assalamualaikum Wr WB.....Pak Asikin.
    Betapa terkejutnya saya ketika saya lihat ternyata si Dolah kini telah menjadi sopir taksi.  Dan sepanjang perjalanan Dolah berkeluh kesah tentang para pejabat yang melupakan pengorbanan orang tuanya sehingga dia terpaksa harus menjadi sopir taksi.
    Hidup memang tidak boleh  terlalu percaya pada janji katanya, kebanyakan janji itu palsu, dan  pejabat hanya butuh ketika dia kesulitan, dan ketika dia senang dia tidak akan pernah ingat kepada kita..demikian keluhannya.
    Saya termangu dengan kata kata bijak Dollah......dan saya katakan padanya saya bukan termasuk pejabat ya Pak Dolah...karena saya tetap inget sama Pak Tahir dan anda.......! 

1 komentar:

  1. ironis memang penyakit lupa seperti ini. lupa dengan siapa pernah berhutang jasa

    BalasHapus