Minggu, 29 Januari 2012

Mataram Undercover

MATARAM  UNDERCOVER
PENELITIAN  TENTANG  PENGARUH RUMAH KOS BAGI TINDAKAN PIDANA DI KOTA MATARAM , PENGGUNAAN  NARKOBA, dan HUBUNGAN SEKS PRA NIKAH   BAGI PELAJAR  DI KOTA MATARAM
OLEH  DR.H ZAINAL ASIKIN,SH,SU


A.    PENDAHULUAN

    Kota adalah pusat segala aktifitas manusia,  baik dalam bidang politik, ekonomi, pemerintahan , pendidikan dan sebagai pusat akulturasi budaya.   Karena membawa berbagai pesona dan harapan , maka acakali kota menjadi tumpuan semua pihak,  sebagai tempat harapan digantungkan, sebagai  asa dan kekecewaan terlantarkan.
    Hiruk pikuk dan gemerlapan kota acapkali  membawa  “ kota “ sebagai pertemuan dua kutub yang berlawanan yaitu kutub  hitam yang melambangkan kekejaman dan kemasiatan, serta berhadapan dengan dunia putih yang  mencitrakan  kesucian dan keuhrawian.   Pilihan  hitam putih terkadang sangat tipis setipis kulit ari,  karena terkadang manusia yang memiliki  hati  putih, ketika menjalani kehidupan kota yang kejam maka “ sang putih “  tergelapar menjadi hitam kelam.  Akan tetapi kadangkali seorang yang menamatkan pendidikannya pada dunia yang hitam dengan menjadi sang perampok dan pencopet, tetapi berubah menjadi sang pendakwah.  Ya  itulah kota yang membawa  berbagai kisah misteri.
    Mataram sebagai sebuah kota, tentunya  tidak lepas`dari fenomena di atas, yaitu fenomena  kehidupan hitam putih yang terkadang sulit untuk dimengerti.  Ada memang secercah harapan dari pemerintah kota untuk menjadikan kota Mataram menjadi  kota yang  “ Maju “  dan “ Religius “.    Sebuah cita cita yang mempesona karena  ingin menciptakan kota yang menampilkan sosok yang modern  tapi tidak gemerlap,   maju tapi tidak seronok,  canggih tapi tidak  ruwet,   ramai  tapi  tertib,   kaya tapi secara halal… dan berbagai impian yang berada pada dimensi yang berlawanan.  Bisakah  ?  itulah pertanyaan yang selalu terngiang.
    Gagasan  membuat Perda Anti Maksiat,   Perda Miras, Perda Rumah Kos  adalah  contoh sebuah perjuangan  untuk menciptakan sebuah kota yang bersih dari kemaksiatan, sebuah kota yang maju tanpa minuman keras, sebuah kota yang tanpa perlu tempat esek esek.  
    Gagasan itu tentunya tidak akan berhasil tanpa didukung partisipasi semua lapisan masyarakat.  Oleh sebab itu tulisan dan hasil penelitian ini merupakan salah satu gambaran Kota Mataram yang semestinya tidak boleh terjadi untuk menjadikan kota ini menjadi kota IBADAH.
    Tulisan dbawah ini merupakan hasil penelitian dengan mempergunakan metode partisipastif  atau terlibat langsung untuk mengetahui kehidupan Mahasiswa dan Pelajar i Mataram dengan  berbagai  penomena yang ada didalamnya  yang dibagi dalam 3 karegori  yaitu :
a.    Penomena Rumah Kos;
b.    Penomena Penggunaan Narkoba
c.    Penomena Sek Pra Nikah.

B.    METODE PENELITIAN

B.1.   Tipe penelitian :   penelitian ini bersifat eksploratif untuk menggali persoalan persoalan yang terjadi berkenaan dengan tema penelitian secara mendalam, dan penggalian ini dibutuhkan waktu  berbulan bulan untuk satu responden penelitian agar terungkap dan diperoleh jawaban yang dapat dipercaya ;

B.2. Metode Pengumpulan data/Informasi

a.    Partisipastif  ( berusaha berkenalan dengan korban dan pelaku) dan secara investigasi secara  diam diam mewawancarainya ;
b.    Metode observatif.( melakukan pemindaian lokasi lokasi berpura pura sebagai pengunjung)
c.    Metode terlibat (  harus ikut kos untuk memantau kegiatan sasaran)
d.    Snow Bolling Metode, metode berantai dari teman ke teman untuk megetahui kelompok sasaran (  melalui  Internet, Face Book, HP, SMS, )


B.3..  Lokasi Penelitian

    Penelitian dilakukan di Kota Mataram dengan memilih secara purposive terhadap  beberapa   rumah kos yang berada di Kecamatan Mataram, Cakranegara dan Ampenan.  Dan dilakukan penelitian terhadap 8 hotel Melati di Kota Mataram;

B.4. Waktu Penelitian : penelitian ini  dilakukan dalam tanggang waktu Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2008.

B.5.  Responden

         Dalam penelitian ilmu ilmu social bahwa jumlah ( kuantitas ) responden tidaklah menjadi ukuran yang utama.  Tetapi yang lebih penting adalah kualitas responden.  Berpijak dari pandangan di atas maka responden yang ditemukan dalam penelitian sebanyak  150  responden terdiri dari,  Pemuda Putus Sekolah,     Mahasiswa,  Pelajar  SLTA  dan  Pelajar SMP.
    Untuk memperoleh para responden tersebut  dipergunakan system snow bowling  system dengan mencari hubungan satu responden dengan responden yang lain yang tergulir sehingga ditemukan beberapa responden dari satu responden ke responden yang lain.

B.6.  Analisis

    Berdasarkan data yang terkumpul kemudian diadakan analisi secara mendalam dengan  conten analysis.  Dengannalisis isi tersebut berhasil dibuat laporan yang terangkai seperti tersebut dalam laporan penelitian ini.      
               

C.    HASIL  PENELITIAN

1.    MISTERI  RUMAH KOS KOSAN

Rumah kos kosan diberbagai daerah telah menjadi suatu masalah yang serius untuk segera diatasi, karena telah menyangkut kepentingan bangsa khusunya  menyangkut pembangunan mental dan moral generasi muda.
Dalam suatu tulisan dan hasil penelitan di Purwokerto telah diungkap bahwa rumah kos telah dijadikan sarang perbuatan yang tidak bermoral antara generasi muda yang berlainan jenis.
Pada rumah kos-lah dua orang anak muda yang  sedang berpacaran dapat secara bebas melakukan hubungan suami isteri tanpa ada yang mampu melarang dan memberikan sanksi.  Bahkan secara gambling ditulis bahwa  seks bebas sudah meng gejala di kalangan mahasiswa di Purwkerto sehingga muncul istilah pacarku adalah bojoku ( lihat tulisan Masardy dengan judul Fenomena Anak Kost,  Pacarku Bojoku, Masardycom, tanggal 16 Juli 2010).
Tulisan  yang sama  juga dapat dibaca  dari artikel saudara  Arif Fajar Ardianto dengan menyatakan “ …sudah menjadi rahasia umum, di beberapa wilayah, terutama di tengah kota Surabaya, bermunculan rumah kos yang menawarkan fasilitas yang menggiurkan, yakni terjaminnya privasi, serta kebebasan penuh terhadap penyewa untuk memasukan pasangan yang bukan mukhrimnya
( Tulisan dari Arif Fajar Ardianto, tanggak 17 September 2010, ,Beritajatim.com).
    Berdasarkan  kenyataan di atas maka menjadi tantangan bagi kita di Mataram, bagaimanakan dampak maraknya pembangunan rumah kos dalam perspektif pembanguna moral.
 Pembangunan rumah rumah kos di Kota Mataram dalam 10 tahun  terakhir  ini telah menjamur seiring dengan pesatnya kebutuhan masyarakat yang memamfaatkan rumah sebagai sarana mencari nafkah.   Sisi lain bahwa pangsa pasar kos kosan menjadi kebutuhan yang mendesak akibat banyaknya pelajar dan mahasiswa yang membutuhkan  rumah kos (terutama bagi mahasiswa yang berasal dari luar daerah).
Rumah kos sebenarnya  memiliki sisi positip dalam rangka membantu kebutuhan masyarakat sepanjang keberadaan rumah kos mememenuhi persaratan hukum ( pendiriannya memenuhi Ijin Lokasi maupun IMB  untuk mendirikan rumah kos), maupun  operasionalnya (setelah berjalan /beroperasi)  mendapat pengawasan yang efektif dari pemiliknya, misalnya dengan melakukan seleksi calon penghuni), pengawasan secara rutin terhadap keberadaan dan aktifikitas penghuni.
Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan ternyata keberadaan rumah kos acapkali dipergunakan untuk kebutuhan dan kegiatan yang negative  yaitu :


a.    Sebagai  Rumah Transaksi Narkoba

Hasil penelusuran penulis di beberapa tempat kos kosan di Kota Mataram ternyata tempat kos kosan sebahagian besar dipergunakan untuk  pesta sabu sabu oleh para pemakai barang haram.  Hal ini dapat terjadi karena  pada rumah kos kosanlah yang dipandang sebagai tempat  yang paling aman untuk melakukan trasaksi dan pemakaian obat obat terlarang.   Pola penghunian rumah kos  yang “ bebas “  tanpa kontrol dari pemilik rumah kos menyebabkan rumah kos bukan lagi sebagai tempat yang  “ bergengsi “ sebagai tempat menitipkan anak anak yang melanjutkan studi. Tapi justru akan menjadi ancaman bagi orang tua yang menyekolahkan anak anaknya jika tidak pandai memilih rumah kos.


     Sebagai sarana kumpul kebo  Para Remaja dan Kaum Muda.

Rumah kos kosan di Kota Mataram yang tumbuh berkembang secara pesat pada awal tahun 80 an dan sampai sekarang menjamur di beberapa sudut kota Mataram, telah  mengancam  “  kehidupan moral “  anak anak muda di Kota Mataram.   Betapa tidak berdasarkan hasil investigasi penulis di beberapa rumah Kos yang berlokasi di Cakranegara, Ampenan dan Mataram, terdapat rumah rumah kos dihuni oleh sepasang laki laki dan perempuan yang tidak terikat dalam ikatan suami isteri.  Yang mengejutkan bahwa mereka ada yang masih berstatus pelajar dan mahasiswa secara bersama sama menyewa rumah kos tersebut padahal mereka memiliki orang tua yang sekota. Artinya bahwa para remaja  menyewa rumah kos adalah sebagai tempat pertemuan di siang hari sepulang sekolah sampai sore, dan mereka tidak mempergunakanya pada malam hari.

b.    Rumah Kos  Sebagai  sarana  Penyimpanan istri pejabat

Penomena lain yang ditemui penulis dalam penelitian bahwa rumah kos di Kota Mataram pada beberapa tahun terakhir ini dipergunakan sebagai tempat tinggal “isteri simpanan “  beberapa kalangan eksekutif di NTB.    Kata eksekutif disini dimanakan sebagai kalangan “ pejabat  baik yang berada pada posisi tertentu di dunia usaha, para legislator dan  lembaga lainnya  yang berasal bukan saja dari NTB  tapi dari luar NTB “.   Hal ini bias terjadi karena jika mereka menyewa hotel dengan tariff Rp. 300.000 sampai Rp.800.000  per malam, maka dengan uang sejumlah itu mereka bisa menyewa rumah kos untuk satu bulan. Tentunya lebih irit.

c.    Rumah Kos  Sebagai sarana penampungan Pekerja Seks Komersial .

Jika  pada era tahun 80 han para pekerja seks komersial  biasanya  ditampung oleh kalangan hidung belang disebut dengan istilah “ germo “.   Pola penampungan ini ternyata dirasakan oleh para germo  tidak aman seiring dengan semakin seringnya razia ketampat rumah germo tersebut.  Para germo di Kota Mataram yang dulu bernama D , H, dan S  sehingga julukan ini diplesetkan menjadi Kompi D, Kompi S dan Kompi H.
Pola pola konvesnional tersebut kemudian oleh para germo beralih dengan menjajakan barang dagangannya alias ayamya dengan menaikkan ke dalam mobil dan diparkir di tempat tempat tertentu.   Kemudian para hidung belang dapat melihat langsung ke dalam mobil yang diparkir wanita wanita yang ingin dipilih.
Seiring dengan perjalanan waktu dan semakin canggihnya alat komunikasi berupa Hand Phone dingan Face Book, maka pola konvensional maka para penjaja cinta tidak mau terikat oleh germo karena para germo seringkali memang memeras para wanita penjaja cinta dengan bagian 60 % untuk germo dan 40 % untuk anak buahnya.   Oleh sebab itu memasuki era tahun 2000 maka  para wanita penjaja cinta lebih senang memilih membuat jaringan pemasaran sendiri yang terikat germo dan akhirnya mereka tinggal di rumah kos.    Para pekerja seksual kemudian membuat jaringan dengan mempergunakan petugas hotel sebagai “ jasa penawaran “ jika ada laki laki yang  membutuhkan.

d.    Rumah Kos Sebagai Tempat Penampungan Barang Hasil Kejahatan.

Modus baru  pengguaan rumah kos adalah tempat bersembunyinya para aktor atau pelaku pencurian dan sekaligus ssebagai tempat penyembunyian barang barang hasil hasil kejahatan.
Digunakan rumah kos kosan sebagai tempat persembunyian karena rumah kos dirasa aman karena tidak dilakukan pengawasan oleh pemilik, para aparat pemerintahan dari tingkat RT  sampai Kecamatan . Kondisi ini juga didukung oleh tidak adanya saling komunikasi masing masing penghuni ( saling tidak mengenal satu sama lain, bahkan satu sama lain saling tidak perduli), semakin memudahkan para pelaku kejahatan menyembunyikan identitas dan menyembunyikan hasil hasil kejahatan berupa sepeda motor, alat alat elektronika, hp dan sebagainya.

2.  Mengapa  Rumah Kos Disalah Gunakan ?

Penggunaan  rumah kos sebagai tempat (lokasi) kumpul kebo pergaulan sek bebas  pelajar dan mahasiswa , dan sebagai tempat pemakaian  obat obat  terlarang. diakibatkan oleh berepa hal :

a.  Tidak adanya prosedur yang ketat dalam menyeleksi calon penghuni kos, yang menyangkut KTP dan Kartu / Surat Nikah;
b.  Tidak adanya pengawasan terhadap penghuni oleh pemilik rumah kos sehingga penghuni bebas melakukann transaksi kegiatan negative.
c.  Tidak adanya  pengawasan maupun tindakan dari Pemerintah daerah terhadap pengelola/pemilik rumah kos yang melanggar ketentuan hukum yang menyangkut rumah kos ;
d.    Lemahnya  peran dan aparat penegak hukum dalam melakukan penertiban rumah kos;

  
3.    PEREDARAN DAN PEMAKAIAN  NARKOBA  BAGI KALANGAN  PELAJAR  DAN MAHASISWA  Di KOTA MATARAM


Persoalan penggunaan obat obatan ( Narkoba) telah menjadi ancaman yang serius bagi gerenasi muda , pelajar dan mahasiswa di Kota Mataram.   Penelitian selama 2  tahun menunjukkan penggunaan Narkoba bagi kalangangan remaja ( pemuda, mahasiswa dan pelajar ) telah meningkat dengan tajam.
Dari 150 Responden yang diwawancari ternyata sekitar 47 % telah pernah menggunakan narkoba. 
Pada awalnya peneliti menemukan beberapa generasi muda ( putus sekolah) yang menggunakan obat obatan sejenis “ pil ectasi, ganja dan sabu sabu “  di tempat hiburan malam ( bar/café, dan tempat tempat kos kosan).
Namun pada perkembangan berikutnya, penggunaan  Narkoba ternyata telah merambah ke kalangan Mahasiswa, Pelajar SMU  dan  Pelajar SLTP.

Penggunaan  obat obatan tersebut disebabkan oleh beberapa hal :

b.    Karena mencoba coba  dikasi oleh teman (pola pertemanan)  (17 %);
c.    Karena membeli dari Bandar  narkoba ;(23 %)
d.    Karena di berikan oleh aparat dan bersama sama aparat memakai obat tersebut (13 %);
e.    Dikasi oleh pacar dan memakai bersama sama  (Pola pacaran) ( 47 %)

Transaksi obat obatan tersebut di atas menurut para responden biasanya dilakukan secara sembunyi sembunyi melalui sindikat pengedar , melalui Bandar, dari teman ke teman  , dan bahkan dapat dilakukan melalui perantaraan oknum aparat kepolisian   ,  yang harganya sekitar  200.000/ gram ( Tahun 2009)  yang sebelumnya sekitar 500.000/gram tahun  ( 2004-2007). Dan pada tahun terakhir ini penjualan satu paket seharga  Rp. 4.000.000 pergram yang dibagi menjadi beberapa poket (lintingan kecil kecil) dengan harga Rp. 500.000,-
Transaksi jual beli narkoba yang awal mulanya melalui Bandar Bandar tertentu yang  harus dicari oleh pelanggan melalui jaringan pertemanan dan bertemu di tepat tempat yang beralih alih pada setiap transaksi. Maka pada bebarapa tahun belakangan ini transaksi narkoba dilakukan melalui modus modus lain, yaitu para Bandar narkoba menitipkan barang dagangannya melalui warung warung diinggir jalan yang menjual bebarapa jenis makanan, mainan, dan kembang api.  Para peminat biasanya menilpon atau menghubungi para pemilik warung dengan mengatakan bahwa nantinya ada orang yang mau membeli barang terseut dengan menyebutkan jenis kelamin orang yang mau membeli, kendaraan yang akan dipakai dengan plat nomernya, kemudian dengan  menyebutkan cirri cirri pakaian yang memudahkan pemilik warung melayani. Karena tidak semua orang dapat dilayani untuk membeli barang haram tersebut.

4.    FENOMENA  VIRGINITAS  PELAJAR DAN MAHASISWA
DI KOTA MATARAM

Kita tersentak dengan hasil survei BKKBN yang baru dilansir di beberapa media baru-baru ini. Di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, termasuk kota Medan. Hasilnya 51% pelajar Jakarta melakukan hubungan sek pra-nikah, bahkan di Metro TV,  sebelum HASIL SURVEI  ini dianalisis , memberitakan trend peningkatan pembelian kondom di kalangan pelajar.

Satu sisi merupakan indikator meningkatnya kesadaran pelajar kita terhadap bahaya penyebaran HIV/AIDS. Tetapi kecenderungan pembelian kondom oleh  rata-rata remaja usia sekolah menjadi fenomena tersendiri yang harus disikapi bijak dan protektif. Tentu saja hasil survei yang menempatkan kota Medan sebagai kota yang paling banyak pelajarnya melakukan seks pra-nikah patut memprihatinkan kita, karena 52% pelajar kita sudah tidak perawan (tidak virgin)

Ada beberapa catatan penting yang dapat saya simpulkan:
 pertama; globalisasi sebagai konsekuansi dari moderenisasi telah memberikan dampak positif dan negatif terhadap sikap dan perilaku remaja dan pelajar ditanah air. Bahaya negatif yang lazim timbul harus disikapi dengan cermat.
 Kedua; hasil survei yang ada tidak boleh dibiarkan saja hanya sebagai berita tanpa adanya action (tindakan) dari semua pemangku kepentingan. Sebab masalah moralitas remaja merupakan masalah bersama dan kita tidak boleh hanya saling menyalahkan sebab hanya memperlambat upaya penanganan.
Ketiga; betapa bobroknya moral anak-anak kita. Bayangkan di setiap malam pergantian tahun, sebagian besar remaja kita menghabiskan waktu dengan melakukan seks. Ini dibuktikan dengan kecendrungan meningkatnya pembelian kondom. Bahkan pada malam pergantian tahun 2009 di beberapa harian memberitakan banyak apotik kehabisan stok persedian kondom karena trend banyaknya permintaan yang kebanyakan oleh para remaja kita. Silakan kita perhatikan fenomena sekarang, Warnet menjadi tempat konsentrasi remaja, yang notabenenya merupakan basis pemicu pergaulan seks. Tempat-tempat hiburan malam menjadi tempat yang selalu ramai dikunjungi, silahkan kita survei sendiri siapa yang paling banyak di sana. Hotel-hotel kelas melati yang ada di Medan kebanjiran pengunjung di hari dan momen-momen tertentu.
Keempat; bagi sebagian besar remaja ditanah air, tidak terkecuali Medan. Keperawanan tidak menjadi sesuatu yang terlalu penting, boleh jadi karena memang jaman sudah “edan”, atau ada pergeseran nilai di masyarakat bahwa masalah keperawanan tidak menjadi aspek penting dalam sebuah pernikahan.

Bagi sebagian masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tentu saja fenomena seks pra-nikah tidak dapat dibenarkan, sekaligus harus mengelus dada sembari menarik napas dalam-dalam. Betapa tidak, di negara tercinta yang merupakan Muslim terbesar di dunia, dan menjadikan pancasila sebagai dasar negara--yang sejak zaman nenek moyang menganut sistim nilai kesusilaan yang kental--rasanya kita miris menyaksikan fenomena ini ( Baca  “Virginitas pelajar, Tanggung Jawab siapa ?, Waspada Online, tanggal 29 Desember 2010).

Pergaulan bebas (pornografi dan pornoaksi). Seiring dengan derasnya arus globalisasi, yang menjadikan dunia ini semakin sempit, maka di waktu yang sama hal itu akan membawa sebuah konsekwensi; baik positif atapun negatif. Kita tidak akan membicarakan mengenai konsekwensi positif dari globalisasi saat ini. Karena hal itu tidak akan membahayakan rusaknya moral generasi muda. Namun yang menjadi perhatian kita adalah efek atau dampak negatif yang dibawa oleh arus globalisasi itu sendiri yang mengakibatkan merosotnya moral para remaja saat ini.
Bahkan bukan merupakan hal yang tabu lagi di era sekarang ini, hubungan antar muda-mudi yang selalu diakhiri dengan hubungan layaknya suami-isteri atas landasan cinta dan suka sama suka. Sebuah fenomena yang sangat menyedihkan tentunya ketika prilaku semacam itu juga ikut disemarakkan oleh para muda-mudi yang terdidik di sebuah istansi berbasis agama. Namun itulah fenomena sosial yang harus kita hadapi di era yang semakin bebas dan arus yang semakin global ini.
Pertumbuhan budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Pemerintah menemukan indikator baru yakni makin sulitnya menemukan remaja putri yang masih memiliki keperawanan (virginity) di kota-kota besar  seperti telah dikutip pada awal tulisan ini.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasar survei menyatakan separuh remaja perempuan lajang yang tinggal di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi kehilangan keperawanan dan melakukan hubungan seks pranikah. Bahkan, tidak sedikit yang hamil di luar nikah. Rentang usia remaja yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah antara 13-18 tahun.
“Berdasar data yang kami himpun dari 100 remaja, 51 diantaranya sudah tidak lagi perawan,” Ujar Kepala BKKBN Sugiri Syarief ketika ditemui dalam peringatan Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Minggu (28/11) kemarin.
Ironisnya, temuan serupa juga terjadi di kota-kota besar lain di Indonesia. Selain di Jabodetabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain. Di Surabaya misalnya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen.
Menurutnya, data ini dikumpulkan BKKBN sepanjang kurun waktu 2010 saja. “Ini ancaman yang diam-diam bisa menghancurkan masa depan bangsa, jadi harus segera ditemukan solusinya,” ujar Sugiri.  Maraknya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja berimbas pada kasus infeksi penularan HIV.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi melempar wacana agar penerimaan siswa baru mulai dari tingkat SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, bagi siswa perempuan harus melalui tes keperawanan. Tes tersebut dilakukan dengan tujuan menangkal banyaknya hubungan seks bebas di kalangan pelajar.

"Wacana ini diharapkan bisa menangkal hubungan seks bebas di kalangan pelajar. Dengan adanya atuiran ini diharapkan menciptakan budaya malu bagi kalangan pelajar, sehingga takut melakukan hal perbuatan yang dilarang oleh agama tersebut," kata Bambang Susatyo, anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi, kepada wartawan Rabu (22/9).
Disisi lain, perkembangan teknologi yang semakin canggih, akan semakin memudahkan para remaja untuk mengakses hal-hal yang mendukung terciptanya suasana yang serba bebas. Hal-hal yang dahulu di anggap tabu dan masih terbatas pada kalangan tertentu, kini seakan sudah menjadi konsumsi publik yang dapat diakses di mana saja. Sebagai contoh konkrit adalah merebaknya situs-situs berbau pornografi dapat dengan mudah dikonsumsi oleh para pengguna internet. Memang di satu sisi tidak bisa dinafikan, bahwa internet memberikan kontribusi besar dalam perkembangan moral dan intelektual. Akan tetapi dalam waktu yang sama, internet juga dapat menghancurkan moral, intelektual dan mental generasi sebuah negara. berdasarkan penelitian tim KPJ (Klinik Pasutri Jakarta) saja, hampir 100 persen remaja anak SMA, sudah melihat media-media porno, baik itu dari situs internet, VCD, atau buku-buku porno lainnya, (Harian Pikiran Rakyat, minggu 06 juni 2004).
Persoalannya adalah bagaimanakah fenomena virginitas terhadap para pelajar dan mahasiswa di kota Mataram ?
Dari hasil penelitian dan wawancara mendalam terhadap 150  responden maka diperoleh data sebagai  berikut :

Responden      Jumlah     Virgin (58 %)    Tidak Virgin   (42 %)   
SLTP    50  orang    39    11     
SMU    50 orang    27    23     
MAHSISWA    50  orang    21    29     

Angka di atas tentunya cukup mengejutkan bagi kita dimana angka “ ketidak perawanan “ terhadap pelajar dan mahasiswa di  Kota Mataram cukup banyak yaitu 22 %  untuk pelajar SLTP,  46 % untuk  anak SMU  dan  58 %  untuk mahasiswa.. Sehingga rata rata angka ketidak perawanan  menjadi 42 % atau berada  diatas angka rata rata  Yogyakarta ( 37 %)  atau berada dibawah Kota Bandung  (47 %).
Adapun penyebab dari para remaja  dan mahasiswa tersebut  melakukan hubungan nikah disebabkan beberapa hal :
1.    Karena dalam keadaan tidak sadar terpengaruh oleh pemakaian  Narkoba ;
2.    Karena bujuk rayu ketika pacaran
3.    Karena faktor ekonomi keluarga
4.    Karena  stress/ frustrasi

Kemajuan tehnologi dan informasi disatu segi memberikan dampak positif bagi generas muda kita,karena dengan kemajuan  iptek tersebut kita dapat dengan mudah  dapat  mengakses berbagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan.  Akan tetapi dampak tehnologi  ternyata mengancam  moral  generasi muda  jika  tidak  dibentengi oleh iman dan moral yang kuat.
Dengan munculnya  berbagai perangkat tehnologi seperti computer dan hand phone dengan berbagai merek  dan dengan berbagai harga maka akan mempengaruhi  minat dan sikap generasi muda kearah yang “ konsumtif “.    Bagi generasi muda yang orang tuanya mampu maka  “ memiliki  perangkat lap top dan HP “  bukan persoalan yang mudah.  Tetapi bagi generasi muda yang  orang tuanya tidak mampu maka  “ keinginan untuk memiliki HP dan Perangkat Komputer lainnya menjadi godaan tersendiri.   Maka tidak heran beberapa responden yang diwanwancarai oleh penulis secara mendalam yang terdiri dari para pelajar (SLTP), para pelajar SLTA, dan  Mahasiswa  rela  mengorbankan  mahkotanya  yang paling berharga hanya semata untuk memperoleh  perangkat perangkat tersebut (Hp. Laptop, dll).   Kemudian dengan perangkat yang mereka miliki kemudian mereka akhirnya melanjutkan kegiatannya baik yang positif maupun yang negative.
Jika pada dekade tahun 80 han  penomena ketidak perawanan pelajar dan mahasiswa semata mata disebabkan oleh mulai maraknya pergaulan bebas ( berpacaran dengan cara cara  yang diluar norma agama). Maka  memasuki era tahun 2000 sampai sekarang  maka  penomena yang mengancam generasi muda adalah mengorbankan mahkotanya yang paling berharga hanya untuk memperoleh perangkat tehnologi informatika sebagai symbol kemapanan., dan penggunaan narkoba yang menyebebkan mereka tidak sadar karena sakau.

KESIMPULAN  DAN SARAN

A.    KESIMPULAN

1.    Maraknya pembangunan rumah kos di Kota Mataram yang tidak diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang memadai akan mengakibatkan penggunaan rumah kos kosan sebagai tempat kegiatan yang melanggar hokum ( sebagai tempat pesta narkoba, sebagai tempat hidup bersama tanpa ikatan suami isteri generasi muda, sebagai tempat penampungan isteri simpanan, sebagai lokasi tempat kediaman penjaja seks komersial yang  aman).
2.    Kemajuan tehnologi dan informatika yang sebenarnya memberikan dampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan, ternyata disisi lain dapat  menjadi salah satu pemicu terjadinya tindakan negative bagi generasi muda demi sebuah harga diri  yang hidup konsumtif.
3.    Penggunaan obat obat terlarang bagi generasi muda di Kota Mataram telah menjadi ancaman karena   47 %  responden telah pernah menggunakan barang terlarang tersebut.
4.    Tingginya angka ketidak perawanan (42 %)  bagi  pelajar dan mahasiswa merupakan dampak dari lemahnya pengawasan orang tua, sehingga pelajar dan mahasiswa begitu mudah dapat mengkosumsi narkoba dan selanjutnya dapat melakukan hubungan seks pra nikah.

B.    SARAN SARAN

1.    Perlunya pengaturan pembangunan, pemanfaatan dan pengawasan rumah kos di Kota Mataram yang melibatkan seluruh elemen pejabat terkait dan komponen masyarakat.   Peraturan Daerah yang mengatur rumah kos harulah menjadi kebutuhan yang mendesak.
2.    Perlunya penyadaran bagi orang tua dan lembaga pendidikan tentang bahaya yang mengancam  generasi muda atas lahirnya sikap konsumtif. Oleh sebab itu pengawasn orang tua  dan lembaga pendidikan terhadap anak anak didik merupakan langkah yang mendesak yang perlu digiatkan.
5.    Pemberantasan Narkoba di Kota Mataram haruslah dilakukan secara terpadu seluruh masyarakat.   Menggantungkan pemberantasan narkoba kepada aparat semata mata akan menjadi sia sia karena dalam beberapa kasus ternyata oknum aparat juga terlibat dalam pemakaian barang haram tersebut.

6.  Pola penanganan terhadap permasalahan di atas harus  dilakukan secara  Preventif, Represif,  pendekatan Formal dan Non Formal, serta secara  Integratif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar