SEKILAS TEORI ETIKA
Oleh : ZAINAL ASIKIN
Teori etika merupakan suatu
tema yang tidak mudah dan tentu tidak mungkin diuraikan. Etika bisnis adalah
penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada suatu wilayah perilaku manusia
yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret teori etika ini
sering terfokuskan pada perbuatan. Bila dikatakan juga bahwa teori etika
membantu kita untuk menilai keputusan etis. Teori etika menyediakan kerangka
yang memungkinkan kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita.
Berdasarkan suatu keputusan etika kita, keputusan moral yang kita ambil bisa
menjadi beralasan. Dengan kata lain, karena teori etika itu keputusan
dilepaskan dari suasana sewenang – wenang. Teori etika menyediakan justifikasi
untuk keputusan kita.- Utilitarisme ( JEREMY BENTAM)
Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleoligis ( dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Dalam perdebatan antara para etikawan, teori utilitarisme menemui banyak kritik. Keberatan utama yang dikemukakan adalah bahwa utilitarisme tidak berhasil menampung dalam teorinya dua paham etis yang amat penting, yaitu keadilan dan hak. Jika suatu perbuatan membawa manfaat sebesar – besarnya untuk jumlah orang terbesar, maka menurut utilitarisme perbuatan itu harus dianggap baik. Jika mereka mau konsisten, para pendukung utilitarisme mesti mengatakan bahwa dalam hal itu peerbuatannya harus dinilai baik. Jadi, kalau mau konsisten, mereka harus mengorbankan keadilan dan hak kepada manfaat. Namun kesimpulan itu sulit diterima oleh kebanyakan etikawan. Sebagai contoh bisa disebut kewajiban untuk menepati janji. Dasarnya adalah kewajiban dan hak.
Beberapa utilitaris telah mengusulkan untuk membedakan dua macam utilitarisme :
- Utilitarisme perbuatan (act utilitarianism)
- Utilitarisme aturan (rule utilitarianism)
Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan – aturan moral. Dengan demikian mereka memang dapat menghindari beberapa kesulitan dari utilitarisme perbuatan. Karena itu utilitarisme aturan ini merupakan suatu upaya teoritis yang menarik.
2.Deontologi (IMANUEL KANT)
Dalam pemahaman teori Deontologi memang terkesan berbeda dengan
Utilitarisme. Jika dalam Utilitarisme menggantungkan moralitas perbuatan pada
konsekuensi, maka dalam Deontologi benar-benar melepaskan sama sekali moralitas
dari konsekuensi perbuatan. ”Deontologi” ( Deontology
) berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu : deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan
pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh
menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya
melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan
perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi
perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan
jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik. Misalkan kita tidak boleh mencuri,
berdusta untuk membantu orang lain, mencelakai orang lain melalui perbuatan
ataupun ucapan, karena dalam Teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar
lagi karena ini merupakan suatu keharusan.Tanpa kita sadari sebagai umat beragama, kita berpegang teguh pada Deontologi. Ada kalanya suatu perbuatan dikatakan baik tetapi perbuatan lain dikatakan buruk. Orang yang berpegang eguh pada agama pasti mengatakan bahwa apabila ada suatu perbuatan dikatakan buruk pasti dia akan menjawab bahwa itu dilarang agama. Dalam agama manapun pasti mengenal ajaran seperti itu tidak terkecuali pada ajaran agama Yahudi – Kristiani dikenal dengan sebutan ”sepuluh Perintah Allah” ( The Ten Commandments ) yang bisa diterima oleh semua agama, yaitu berdusta, mencuri, berzina, membunuh, dll. Apabila ada pertanyaan mengapa hal – hal tersebut tidak boleh dilakukan pasti kita akan menjawab hal – hal tersebut merupakan larangan dari Tuhan, dan pastinya sepuluh larangan tadi juga tidak dibenarkan dalam ajaran agama lain. Pendekatan Deontologi sudah bisa diterima dalam konteks agama. Orang yang mendasari filosofis pada Teori Deontologi adalah Immanuel Kant ( 1724 – 1804 ) dari Jerman. Menurut Kant ” Perbuatan adalah baik jika dilakukan karena harus dilakukan” atau dengan kata lain dilakukan sebagai kewajiban. Sekarang juga bisa dipahami bahwa suatu perbuatan yang baik dari segi okum belum tentu baik dari segi etika. Perbuatan agar menjadi lebih baik di mata okum yang diperlukan hanyalah perbuatan tersebut harus sesuai dengan okum yang berlaku, tetapi perbuatan dikatakan baik secara moral itu belum cukup, suatu perbuatan hanya bisa dianggap baik secara moral kalau dilakukan karena kewajiban atau karena menjadi suatu keharusan. Benar – benar berbeda dari okum, okum tidak menuntut labih dari yang dijelaskan di atas, menurut Kant bagi okum yang terpenting adalah ”legalitas” perbuatan. Oleh karena itu okum hanya menilai perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan okum atau tidak. Jika dilihat secara sekilas memang ada perbedaan antara utilitarisme dengan deontologi. Utilitarisme mementingkan konsekuensi perbuatan, sedangkan Deontologi konsekuensi perbuatan tidak berperanan sama sekali. Contohnya dalam kasus ”petrus” ( penembak misterius ) tahun 1983 dibenarkan atas dasar pemikiran Utilitarisme, tetapi tidak diterima dalam Deontologi karena pembunuhan tidak bisa dibenarkan walaupun konsekuensinya sangat menguntungkan bagi masyarakat. Jika memang seseorang patut dihukum, hal tersebut harus dilakukan menurut prosedur okum yang resmi. Dalam contoh di atas penilaian moral dari utilitarisme dan Deontologi sanagat berbeda, namun pada kenyataannya perbedaan itu sering tidak dirasakan. Contohnya dalam peristiwa SDSB ( Sumbangan Dermawan Sosial berhadiah ) dihentikan oleh Menteri Sosial yang saat itu dijabat Ny. Dra.E.k. Inten Soeweno. Dalam kasus ini ketidakpuasan dapat dibedakan dua pendekatan yang bersifat Utilisasi maupun Deontologi. Ada penekanan yang menyebutkan bahwa mengikuti SDSB sama saja seperti judi dan hal tersebut sangat dilarang keras oleh agama. Inilah pendekatan Deontologis yang saat itu ditempuh oleh para ulama. Program SDSB banyak menimbulkan kerugian bagi rakyat kecil yang sudah terlanjur miskin dan harus dibubarkan karena mereka tergiur prospek akan memperoleh laba besar dan banyak orang kurang mampu mengabaikan kebutuhan keluarga dan uangnya hanya dibuat untuk membeli kupon saja karena beranggapaan akan mendapatkan hadiah yang lebih dari membeli kupon tersebut, maka dari itu konsekuensinya harus ditolak sesuai dengan prinsip Utilitarisme. Dalam praktek ini terlihat bahwa hendaknya dalam konteks etika bisnis pertentangan dan perbedaan pada Utilitarisme dan Deontologi tidak perlu dibesar – besarkan.
3.Teori Hak (IMANUEL KANT)
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan
atau perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori
deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak
dan kewajiban bagaikan dua sisi dari uang logam yang sama. Dalam teori etika
dulu diberi tekanan terbesar pada kewajiban, tapi sekarang kita mengalami
keadaan sebaliknya, karena sekarang segi hak paling banyak ditonjolkan. Biarpun
teori hak ini sebetulnya berakar dalam deontologi, namun sekarang ia mendapat
suatu identitas tersendiri dan karena itu pantas dibahas tersendiri pula. Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena
itu teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak
sekarang begitu populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap
individu yang memiliki harkat tersendiri. Karena itu manusia individual
siapapun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang
lain.Menurut perumusan termasyur dari Immanuel Kant : yang sudah kita kenal sebagai orang yang meletakkan dasar filosofis untuk deontologi, manusia merupakan suatu tujuan pada dirinya (an end in itself). Karena itu manusia selalu harus dihormati sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata – mata sebagai sarana demi tercapainya suatu tujuan lain.
4.Teori Keutamaan
Dalam teori – teori yang dibahas sebelumnya, baik buruknya perilaku manusia
dipastikan berdasarkan suatu prinsip atau norma. Dalam konteks utilitarisme,
suatu perbuatan adalah baik, jika membawa kesenangan sebesar-besarnya bagi
jumlah orang terbanyak. Dalam rangka deontologi, suatu perbuatan adalah baik,
jika sesuai dengan prinsip “jangan mencuri”, umpamanya. Menurut teori
hak, perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan hak manusia. Teori – teori ini
semua didasarkan atas prinsip (rule –
based).Disamping teori – teori ini, mungkin lagi suatu pendekatan lain yang tidak menyoroti perbuatan, tetapi memfokuskan pada seluruh manusia sebagai pelaku moral. Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori keutamaan sebagai reaksi atas teori – teori etika sebelumnya yang terlalu berat sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma. Namun demikian, dalam sejarah etika teori keutamaan tidak merupakan sesuatu yang baru. Sebaliknya, teori ini mempunyai suatu tradisi lama yang sudah dimulai pada waktu filsafat Yunani kuno.
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Kebijaksanaan, misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi. Keadilan adalah keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjaDi haknya. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi mengizinkan. Suka bekerja keras adalah keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas – malasan. Ada banyak keutamaan semacam ini. Seseorang adalah orang yang baik jika memiliki keutamaan. Hidup yang baik adalah hidup menurut keutamaan (virtuous life).
Menurut pemikir Yunani (Aristoteles), hidup etis hanya mungkin dalam polis. Manusia adalah “makhluk politik”, dalam arti tidak bisa dilepaskan dari polis atau komunitasnya. Dalam etika bisnis, teori keutamaan belum banyak dimanfaatkan. Solomon membedakan keutamaan untuk pelaku bisnis individual dan keutamaan pada taraf perusahaan. Di samping itu ia berbicara lagi tentang keadilan sebagai keutamaan paling mendasar di bidang bisnis. Diantara keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa disebut : kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan. Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan kadang – kadang malah ada tumpang tindih di antaranya. Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Jika mitra bisnis ingin bertanya, pebisnis yang jujur selalu bersedia memberi keterangan. Tetapi suasana keterbukaan itu tidak berarti si pebisnis harus membuka segala kartunya. Sambil berbisnis, sering kita terlibat dalam negosiasi – kadang-kadang malah negosiasi yang cukup keras – dan posisi sesungguhnya atau titik tolak kita tidak perlu ditelanjangi bagi mitra bisnis. Garis perbatasan antara kejujuran dan ketidakjujuran tidak selalu bisa ditarik dengan tajam.
Ketiga keutamaan lain bisa dibicarakan dengan lebih singkat. Keutamaan kedua adalah fairness. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Insider trading adalah contoh mengenai cara berbisnis yang tidak fair. Dengan insider trading dimaksudkan menjual atau membeli saham berdasarkan informasi “dari dalam” yang tidak tersedia bagi umum. Bursa efek sebagai institusi justru mengandaikan semua orang yang bergiat disini mempunyai pengetahuan yang sama tentang keadaan perusahaan yang mereka jual- belikan sahamnya. Orang yang bergeraka atas dasar informasi dari sumber tidak umum (jadi rahasia) tidak berlaku fair.
Kepercayaan (trust) juga merupakan keutamaan yang penting dalan konteks bisnis. Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal balik. Ada beberapa cara untuk mengamankan kepercayaan. Salah satu cara adalah memberi garansi atau jaminan. Cara – cara itu bisa menunjang kepercayaan antara pebisnis, tetapi hal itu hanya ada gunanya bila akhirnya kepercayaan melekat pada si pebisnis itu sendiri.
PENUTUP
Dari pembahasan pada bab
sebelumnya mengenai Etika Bisnis kita dapat memahami secara garis besar bahwa
etika bisnis merupakan penerapan prinsip etika yang perlu diterapkan dalam
kehidupan manusia terutama dalam kegiatan bisnis, dalam etika bisnis kita juga
mengenal beberapa macam teori yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian
perbuatan seseorang baik itu dari segi negatif maupun segi positif. Etika
bisnis yang diterapkan oleh para kaum pebisnis juga bisa menonjolkan sisi
positif dari kegiatan bisnis yang mereka lakukan maupun secara personal dari
masing-masing pelaku kegiatan bisnis tersebut. Untuk itu kita menyadari bahwa
mempelajari etika bisnis sangat penting dalam membantu kita dalam berperilaku,
berhati-hati dan antisipasi dalam membantu kelancaran bisnis kita.
sangat menarik membaca mengenai teori etika ini,
BalasHapuspak saya ingin bertanya, bagaimana kalau seorang yang punya mini market yang menjual minuman keras, pada suatu hari ada pemuda yang masih dibawah umur mamasuki mini market tersebut dengan gelagad yang mencurigakan (ada sesuatu yang menonjol di bajunya yang menurut perkiraan si pemilik mini market tersebut si pemuda tersebut telah mencuri benda terlarang tersebut)kemudian melihat si pemuda tersebut yang mencoba berlari, si pemilik mini market mengambil senapan dan menembaknya sehingga mati, bagaimana ini menurut pendapat bapak? kalo cerita ini tidak sesuai dengan Indonesia, katakanlah ini terjadi di Amerika dimana minuman keras boleh dijual namun anak dibawah umur tidak boleh membelinya, terima kasih.